Connect with us
Wasabi, Si Hijau Pedas Yang Tak Cuma Teman Makan Sushi
Photo by cottonbro from Pexels

Culture

Wasabi, Si Hijau Pedas Yang Tak Cuma Sebagai Teman Makan Sushi

Berusia ribuan tahun dan bersifat antibakteri.

Sushi telah menjadi salah satu makanan kegemaran orang Indonesia mulai dari yang premium hingga dijual di kaki lima. Agar lebih mudah diterima lidah orang Indonesia dan lebih terjangkau harganya, seringkali sushi disajikan dengan mayones. Tentu saja ini bukan saus pendamping yang autentik untuk dinikmati dengan sushi.

Kalau ingin benar-benar makan sushi seperti orang Jepang, kita perlu menikmatinya dengan wasabi. Si hijau ini umumnya disediakan dalam jumlah sedikit saja untuk dicocol dan menguatkan rasa asli dari sushi.

Menurut sejarah, orang Jepang telah makan wasabi sejak 14.000 SM atau sejak era Jomon. Saat itu wasabi belum dibudidayakan. Masih tumbuh liar di Gunung Wasabi. Budidaya wasabi dimulai di era Keicho (1596-1615) ketika seorang penduduk membawa pulang wasabi dari gunung lalu menanamnya di desa.

Melihat kesuksesan orang tersebut dalam menanam wasabi, penduduk desa yang lain mengikuti jejaknya. Daerah tempat wasabi pertama kali dibudidayakan tersebut bernama Utogi.

Dengan nama latin Wasabia Japonica, sebenarnya wasabi lebih dulu populer sebagai obat tradisional bukan bumbu masakan. Penggunaan wasabi sebagai obat herbal telah tercatat sejak era Asuka (538-710 M). Menurut kamus tanaman herbal Honzo-Wamyo yang ditulis pada tahun 918, sebenarnya dulu orang Jepang menyebut wasabi sebagai Yamaaoi. Yama artinya gunung dan Zeniaoi artinya tanaman mallow. Maksudnya, wasabi berasal dari gunung dan berbentuk seperti tanaman mallow.

Baca Juga: Pengaruh Asia Timur dalam Tren Kuliner di Indonesia

Ada teori lain yang menyebutkan kenapa kita kini mengenalnya sebagai wasabi. Bentuk daun wasabi mirip dengan daun tanaman Hollyhock alias Aoi. Lalu tumbuh di aliran sungai gunung alias sawa. Maka ia dinamai sebagai Sawa-aoi yang disingkat menjadi Wasashi. Akhirnya orang-orang menyebutnya sebagai Wasabi. Wasabi sendiri merupakan sejenis lobak merah (horseradish) bagi orang Jepang. Bersaudara dengan kubis dan mustard.

Sushi wasabi

Photo by cottonbro from Pexels

Bicara soal aliran sungai, wasabi mirip seperti tanaman padi karena hidup di air. Ia membutuhkan suhu air yang spesifik dan tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit mendapatkan sinar matahari. Inilah mengapa wasabi dihargai mahal. Ia sulit ditanam. Bila petani gagal memanennya di tahun itu maka sang petani harus menunggu hingga musin tanam di tahun berikutnya. Wasabi hanya bisa ditanam di ketinggian 1300-2500 meter di atas permukaan laut.

Harganya yang mahal ditambah kesulitan penanaman membuat tak banyak restoran sushi menggunakan wasabi asli. Umumnya wasabi yang kita temukan di restoran adalah pasta wasabi, bubuk wasabi, atau malah lobak merah. Harga satu kilo wasabi bisa mencapai 300 dolar. Selain itu cita rasa wasabi tidak dapat bertahan lama. Setelah diparut kita harus menikmatinya dalam waktu 15 menit saja. Sebaliknya bila belum diparut aroma dan rasa wasabi dapat bertahan lama.

Wasabi juga harus ditanam di aliran air musim semi. Ini membuat wasabi hanya bisa ditanam di lokasi spesifik di pegunungan. Hal ini juga yang menyebabkan para petani tidak dapat memperluas area tanam mereka. Diperkirakan, luas lahan tanam wasabi hanya 20 hektar saja. Bahkan setelah panen pun pekerjaan para petani belum selesai. Mereka masih harus “mencuci” tanah tempat wasabi ditanam.

Karena ditanam di aliran air, tentu ada risiko di media tanam tersebut. Daun busuk hingga serangga mati bisa menumpuk sehingga aliran air jadi kotor dan terhambat. Setelah wasabi dipanen maka petani akan membalik permukaan tanam tempat wasabi ditanam dan menyemprot bagian atasnya secara hati-hati. Namun tentunya pekerjaan ini tidak sesederhana seperti kita membalik adonan kue di dapur. Ini pekerjaan fisik yang berat dan melelahkan.

Selain itu karena lahan tanam wasabi diwariskan dari generasi ke generasi maka tiap petani memiliki rahasianya sendiri dalam menanam. Setelah bibitnya ditanam di rumah kaca sekitar 3 bulan, hanya 70%-nya saja yang dapat dipindah ke ladang. Kemudian wasabi akan menunggu hingga 18 bulan sebelum dapat dipanen agar memiliki rasa dan aroma yang kuat. Wasabi yang kita konsumsi bersama sushi adalah bagian dahannya.

Namun sebenarnya seluruh bagian tubuh wasabi dapat dikonsumsi. Orang Jepang umumnya menjadikannya acar, dimakan mentah, atau dimasak bersama bahan lainnya. Wasabi juga ditambahkan ke dalam mie soba, yakiniku, dan belut. Rasanya memang pedas dan meninggalkan sedikit rasa manis tapi manfaat wasabi tak sekadar itu. Wasabi juga memiliki nilai gizi tinggi.

Wasabi memiliki kandungan antibakteri karena itu ia cocok dimakan bersama ikan mentah yang ada di dalam sushi. Sifat antibakterinya mampu melawan bakteri berbahaya seperti E.coli dan Staphylococcus aureus. Wasabi juga bersifat antiradang dan berguna untuk pembekuan darah. Tanaman ini mengandung vitamin B6, vitamin C, kalsium, potasium, magnesium, mangan, dan kaya serat. Inilah mengapa konsumsi harian wasabi bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Santanera Bali Santanera Bali

Santanera Hadirkan Cita Rasa Lintas Budaya Di Canggu Bali

Lifestyle

Ada beberapa peristiwa yang menempatkan karya-karya street art sebagai sesuatu yang patut dianggap serius. Ada beberapa peristiwa yang menempatkan karya-karya street art sebagai sesuatu yang patut dianggap serius.

Sejarah Street Art Melalui Beberapa Momen Penting

Art

Masa Keemasan Hollywood: ‘Blessing in Disguise’ Pasca Depresi Ekonomi Masa Keemasan Hollywood: ‘Blessing in Disguise’ Pasca Depresi Ekonomi

Masa Keemasan Hollywood: ‘Blessing in Disguise’ Pasca Depresi Ekonomi

Culture

Mama San Bali Mama San Bali

Mama San Bali yang Masih Cemerlang

Food & Drink

Connect