Connect with us
Twenty One Pilots: Scaled and Icy
Photo: Warner Records Hong Kong

Music

Twenty One Pilots: Scaled and Icy Album Review

Anagram dari “Clancy is Dead,” Twenty One Pilots beranjak dari alt rock dan hip-hop ke alt pop.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

‘Scaled and Icy’ menjadi album pandemi pertama dari Twenty One Pilots. Judul album ini merupakan anagram dari “Clancy is Dead,” yang menjadi tokoh protagonis utama di album ‘Trench.’

Kesuksesan Twenty One Pilots dimulai dengan meledaknya single “Stressed Out” dari album ‘Blurryface.’ Mega hits tersebut menjadi lagu rock pertama dengan lebih dari 1 miliar stream di Spotify; pencapaian tersebut disusul single hits berikutnya “Ride” dan “Heathens” (soundtrack ‘The Suicide Squad’).

Popularitas Twenty One Pilots mengantarkan duo Tyler Joseph dan Josh Dun ke Grammy Awards untuk Best Pop Duo/Groups Performance. Selain 6 nominasi lain.

Setelah itu di tahun 2018, Twenty One Pilots memastikan mereka tidak bergeser ke musik mainstream dengan merilis konsep album bergenre alternative rock dan hip hop, ‘Trench.’ Melalui 14 cinematic track, Joseph dan Dun menarasikan kisah Clancy dengan group bernama Banditos dalam upaya meloloskan diri dari daerah fiksional, DEMA yang dikontrol oleh 9 bishops.

‘Trench’ menjadi pernyataan Twenty One Pilots pada penggemar bahwa popularitas dan kejayaan tidak mengubah musikalitas mereka. Walau sepertinya, musikalitas tersebut justru diubah oleh pandemi.

‘Scaled and Icy’ merupakan sisi kontras ‘Trench.’ Di album ini Twenty One Pilots tidak saja menghadirkan keceriaan melalui nada-nada upbeat. Melainkan banting setir dari genre alternative rock dan hip hop menjadi alternative pop—walau album ‘Vessel’ sebelumnya mengusung genre sama.

Twenty One Pilots tentu menyadari perubahan tersebut. Joseph dan Dun jelas mengungkap dalam wawancara bagaimana pandemi dan isolasi mengubah persepsi musikalitas mereka. Sekaligus memberi ruang eksplorasi. Seakan ingin menegaskan perubahan dari ‘Trench’, judul album ‘Scaled and Icy’ pun merupakan anagram Clancy is Dead.

‘Scaled and Icy’ tidak ditujukan pada pendengar maupun penggemar setia Twenty One Pilots. Album ini menjadi soundtrack musim panas dan mengundang siapa saja untuk mendengarkan. Terutama bila mereka ingin berdansa riang gembira. Tidak ada lagi lirik depresi dan kesan kelam dari ‘Blurryface’.

“Good Day” menjadi lagu pembuka dan seperti judulnya, menggambarkan hari nan cerah. Walau mengedepankan irama upbeat, Twenty One Pilots rupanya belum melupakan sisi depresif mereka dengan menyisipkan bait : “Today’s a good day – never know when the next one will show” dalam lirik.

Single sekaligus track berikutnya, “Choker” juga masih memiliki sisi lawas Twenty One Pilots. Meski Joseph mengemasnya dalam vokalisasi dan gaya bernyanyi oh-not-so-emo. Lirik lagu ini menceritakan tentang kesepian selama isolasi. Disusul bait lirik bernada positif: “Like a little splinter buried in your skin / Someone else can carve it out but when you’ve got the pin / It hurts a little less.”

“Shy Away” juga masih mengusung positivity; semangat untuk keluar dari zona nyaman, “manifest a ceiling when you shy away.” Pesan seperti ini tentu tidak terbayangkan akan ada di lagu-lagu Twenty One Pilots sebelumnya.

Upbeat bop “Saturday” mengingatkan pada rilisan Twenty One Pilots di tahun 2013 melalui album ‘Vessel.’ Track ini digarap bersama produser Greg Kurstin, yang sebelumnya membidani Adele, Kendrick Lamar, Foo Fighters, dan lainnya.

“Saturday” merupakan ode untuk mencintai orang di sekitar kita. Selain musik bernada upbeat, daya tarik lagu ini terletak pada cuplikan percakapan antara Joseph dengan sang istri, Jenna.

Narasi bernada positif di album ini pun disisipi pesan politis. Kali ini mengenai banyaknya misinformasi di media. Melalui “Never Take It”, Twenty One Pilots mengingatkan bahwa perbedaan hanya akan memisahkan: “They’re trying hard to weaponize you and I.” Track ini dibawakan dalam permainan instrumen ala rock, dengan riff yang akan cocok dimainkan di stadium. “Never Take It” terdengar mengambil beberapa elemen “Achtung Baby” milik U2.

Setelah sederet lagu dengan irama pop bertempo cepat dan nada ceria, “Mulberry Street” hadir lebih lambat. Joseph bernyanyi diiringi dentingan nada piano mengenai rasa syukur: “Keep your bliss – we just want to feel it all”.

“Formidable” menjadi track akustik yang mengingatkan pada “Friday I’m In Love” dari The Cure. Twenty One Pilots membawa inspirasi musik hip hop dari ‘Blurryface’ pada “No Chances.” “No Chances” menjadi penutup sempurna sebelum “Redecorate” bernostalgia tentang masa lalu dan keraguan atas masa depan.

‘Scaled and Icy’ berbeda dari album dan single hits populer Twenty One Pilots. Duo alternative rock ini tidak lagi mengkotakkan diri mereka pada musikalisasi untuk memuaskan penggemar. Mereka pun mencoba menggeser narasi tentang depresi, ketakutan, anxiety, dan kesepian menjadi pesan penuh dorongan dan sisi positif.

Eksplorasi musikalitas jelas dialami oleh kedua personil band ini. Rekaman dari rumah masing-masing rupanya tidak saja memberikan ruang kreativitas untuk Josh Dun bereksplorasi. Melainkan juga melahirkan nada-nada lebih ceria.

Kesan kelam pada ‘Trench’ digantikan dengan melodi alt pop nan cerah memang tidak mudah dicerna; terutama bagi penggemar. Meski tidak bisa disangkal, perubahan ini memberikan warna tersendiri. Tidak saja pada diskografi Twenty One Pilots. Melainkan juga pada scene musik rock secara luas.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Green Day: Saviors Album Review

Music

Connect