Connect with us
Photo: Beth Garrabrant

Music

Taylor Swift: evermore Album Review

Sister-album ‘folklore’ yang menguras perasaan dengan cerita dan lirik puitis.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Taylor Swift memberikan kejutan berikutnya sebelum menutup tahun 2020. Setelah di bulan Juli lalu menghadirkan ‘folklore’, pada 11 Desember kemarin Tay merilis album kesembilan ‘evermore.’

‘evermore’ meluncur hanya berselang 5 bulan sejak ‘folklore.’ Melalui unggahan media sosial satu hari sebelum tanggal perilisan, Tay gamblang menyebut ‘evermore’ sebagai sister-album ‘folklore.’ Bukan hanya karena waktu perilisan yang sangat dekat, ‘evermore’ dan ‘folkmore rupanya dikerjakan nyaris bersamaan. Tepatnya, Tay menyebut dirinya tidak bisa berhenti menulis dan melanjutkan petualangan kisah yang sebelumnya dituangkan dalam ‘folklore.’ Hingga lahirlah, ‘evermore’ sebagai sister-album sekaligus album kesembilan dari Taylor Swift.

Taylor Swift evermore

Taylor Swift – evermore

“Sederhananya, kami tidak bisa berhenti menulis lagu,” jelasnya melalui media sosial. “Untuk menjelaskan secara lebih puitis, rasanya seperti berdiri di tepi hutan folklorian dan memiliki pilihan: untuk berputar dan kembali atau melanjutkan perjalanan lebih dalam ke dalam hutan musikalitas ini. Kami memutuskan untuk berkelana lebih dalam.”

Sebagai sister-album tidak mengherankan memang bila ‘evermore’ mengusung nuansa dan atmosfer nyaris sama dengan ‘folklore.’ Taylor Swift juga masih menggandeng produser sampai co-writer yang sama dengan album sebelumnya. ‘evermore’ digarap Taylor Swift bersama produser Aaron Dessner dan Jack Antonoff. Tay juga masih mendapat dukungan dari co-writer William Bowery (yang akhirnya diketahui merupakan pseudo-name dari aktor Joe Alwyn, sang kekasih) dan Justin Vernon (yang lebih dikenal sebagai Bon Iver).

Untuk ‘evermore’, Tay juga mendapat sumbangan suara dari sister trio HAIM, yang merupakan teman dekat sang pemenang Grammy Awards; serta band Dessner sendiri, The National. Matt Berninger, Scott Devendorf, dan Bryan Devendorf menyisipkan vokal serta permainan instrumen mereka dalam album ini. Kolaborasi yang sepertinya tidak terduga untuk The National dan Taylor Swift.

Taylor-Swift-evermore

Photo: Beth Garrabrant

‘evermore’ memiliki total 15 track, dengan tambahan 2 track untuk versi deluxe. Secara luas genre yang diangkat di album ini masih folk-pop. Meski terdapat sentuhan country yang sudah cukup lama ditinggalkan dari album-album Taylor Swift sebelumnya. Berbeda dengan ‘folklore’ yang lebih mengusung sisi mellow dan mendayu dari musik folk, Tay tidak ragu menyisipkan genre pop yang lebih ringan dengan tempo cepat di album ini. Meskipun lebih dari separuh track masih lebih condong ke sisi pop-ballad dan folk, dengan dominasi permainan instrumen string dan piano.

Sejak diumumkan satu hari sebelum perilisan, ‘evermore’ sudah digadang-gadang akan kembali menunjukan kemampuan Taylor Swift sebagai penulis lirik. Nyaris setiap track di album ini menceritakan kisah sendiri. Beberapa saling berkesinambungan sedangkan lainnya justru seolah menceritakan ulang cerita di lirik lagu-lagu Taylor Swift di masa lalu. Nostalgia yang sangat tidak terduga. Taylor Swift menyebut tema lirik untuk ‘evermore’ menceritakan tentang “antologi ‘unhappily ever after’.” Cerita tentang pernikahan yang tidak berakhir bahagia dengan melibatkan perselingkuhan, hubungan asmara yang akhirnya tidak lebih hanya sekedar saling mentolerir satu sama lain, hingga tentang pembunuhan.

“willow” menjadi track pertama dari ‘evermore’ yang masih mengusung atmosfer kental dari ‘folklore.’ Hanya saja dengan sentuhan witchy yang unik. “willow” hadir sebagai track folk-pop bertempo sedang. Sebagai lagu utama dari album ini, yang video musiknya dirilis bersamaan dengan peluncuran album, “willow” seolah menjadi jembatan antara ‘evermore’ dan ‘folklore.’ Taylor Swift menghadirkan “willow” sebagai lagu cinta, dengan elemen cerita dongeng di dalamnya yang juga digambarkan melalui video klip.

Lirik menjadi kekuatan utama dari “willow”, mengingat iringan string di lagu ini seolah membawa pendengar ke sederet track lain di ‘folklore’, yang malah mungkin lebih baik. “Wherever you stray, I follow” dan “I’m begging for you to take my hand” yang menjadi lirik di bagian reff seolah saduran dari lirik di lagu Swift sebelumnya. Seperti “Nothing safe is worth the drive / And I will follow you, follow you home” (“Treacherous”) dan “You take my hand and drag me head first” (“Fearless”).

Bryce dan Aaron Dessner memperlihatkan chemistry mereka dalam menggarap “champagne problems.” Track kedua untuk album ini disusun dari instrumen piano yang menciptakan ruangan lebar untuk Taylor Swift bereksplorasi dengan nada-nada vokalisasi balada. Bila harus membandingkan, “champagne problems” justru jauh lebih memorable dari pada opener track, “willow”. Terutama juga karena track ini menghadirkan cerita yang lebih mendalam dalam liriknya.

“champagne problems” mengusung lebih banyak sisi nostalgia dari lagu-lagu Taylor Swift sebelumnya. Track satu ini, terutama untuk verse ketiga: “November flushed and your flannel cured” seolah membawa Tay kembali ke era ‘Red’. Sedangkan liriknya yang mengisahkan mengenai pasangan kekasih yang sudah bersama sejak jaman kuliah, hanya untuk akhirnya berpisah juga mengingatkan pada “Speak Now,” hanya dengan sudut pandang berbeda.

Hadirnya Joe Alwyn sebagai co-writer rupanya memberi inspirasi tersendiri untuk Taylor Swift. Lagu yang terinspirasi oleh Alwyn selalu digambarkan dengan warna emas. Misalnya saja di lirik “Made your mark on me, a golden tattoo” untuk “Dress”, lalu ada “Daylight” yang memang diketahui mengisahkan tentang kisah cinta Tay dengan sang aktor: “I once believed love would be burning red, but it’s golden.” Tidak ketinggalan lirik “One single thread of gold tied me to you” di “Invisible String.” Di ‘evermore,’ “gold rush” yang memiliki porsi besar untuk Alwyn.

Lirik yang puitis dan manis berpadu harmonis dengan musik pop ceria nan berwarna. “gold rush” meluncur sebagai antidotum dari balada-balada dengan lirik mengenai patah hati yang membanjiri ‘evermore.’

“‘tis the damn season” menjadi track berikutnya yang didominasi oleh permainan instrumen dari Dessner. Kali ini dentingan gitar elektrik Dessner mengiringi curahan hati Taylor Swift yang melantunkan puisi sendu. Kesan edgy dan rustic juga dihadirkan melalui musik latar serta produksi yang lebih dewasa dibandingkan track lain di album ini.

Musik sendu dengan vokal balada masih dihadirkan di track berikutnya, “tolerate it” dan “happiness.” Bahkan sepertinya tidak berlebihan bila kedua track ini dikatakan sebagai lagu paling sedih, dengan sisi emosi terkuat di ‘evermore.’ Taylor Swift sudah tidak asing lagi dengan lagu-lagu bertema patah hati. Rasa penyesalan, putus asa dalam percintaan, sampai bagaimana hubungan yang tidak lebih dari sekedar toleransi saja. Campur aduk emosi tersebut dihadirkan secara sempurna di “tolerate it” dan “happiness.” Hanya saja, bukan hal yang baru untuk Tay.

“no body, no crime” justru hadir mengejutkan. Track ini memiliki tema perselingkuhan dan pembunuhan. Namun bukan itu saja kejutan dari lagu ini. Taylor Swift menggandeng HAIM untuk berkolaborasi bersama di “no body, no crime”. Memadukan instrumen minimalis folk dengan sentuhan country dan pop. Kesan kelam, sendu, sampai lonjakan emosi dan amarah hadir dari tiap note yang dibawakan Tay dan HAIM.

Tema perselingkuhan juga dihadirkan di “ivy”, yang menceritakan tentang seorang istri yang justru terlibat hubungan asmara dengan pria lain. Untuk lagu ini, Tay menyanyikan nada-nada kelam dengan iringan banjo, terompet, dan juga harmonisasi mendayu oleh Vernon. “marjorie” juga menjadi track emosional berikutnya, mengingat lagu ini ditujukan serta terinspirasi dari sang mendiang nenek yang dulunya penyanyi opera. Kesan kelam dan kesedihan dalam vokalisasi Taylor Swift untuk lagu ini dibalut dengan lirik yang seolah sedang mengucap mantra: “You’re alive/So alive,” nyanyinya. “And if I didn’t know better, I’d think you were singing to me now.”

Bila track-track kolaborasi lain bersenyawa dengan cantik di album ini, Swift justru tidak berhasil menjalin chemistry dengan Matt Berninger di “coney island.” Personil the National tersebut terdengar out-of-place saat menyanyikan nada-nada bersama Swift di lagu ini. “cowboy like me” menjadi track dengan elemen musik country paling kuat, yang sayangnya juga paling skip-able. Sama seperti “long story short,” yang menghadirkan warna-warna pop namun justru terdengar tidak pada tempatnya di ‘evermore.’

Secara keseluruhan, ‘evermore’ menjadi lanjutan yang menarik untuk kisah dan atmosfer ‘folklore.’ Meski bila harus memilih antara keduanya, ‘folklore’ jauh lebih mudah dicerna. Lagu-lagu ‘evermore’ yang sarat akan emosi dan lirik puitis malah kurang bisa mengena di telinga pendengar. Walau tidak bisa disangkal, ‘evermore’ menjadi salah satu rilisan terbaik di tahun ini.

Taylor Swift bukan hanya membuktikan dirinya sebagai musisi dan penyanyi yang sangat bisa diandalkan. Penyampaian emosi hingga luapan perasaan bisa digambarkan secara sempurna melalui liukan suara dan vokalisasi terbaik.

Lewat ‘evermore’, Swift juga menunjukan dirinya sebagai pendongeng, penulis, dan pencerita yang patut dipertimbangkan. Mungkin di tahun depan, kita bisa menunggu buku cerita dari lirik-lirik di ‘folklore’ dan ‘evermore’ dari Taylor Swift?

Green Day: Saviors Album Review

Music

The Smile: Wall of Eyes The Smile: Wall of Eyes

The Smile: Wall of Eyes Album Review

Music

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy Album Review

Music

Zara Larsson: Venus Zara Larsson: Venus

Zara Larsson: Venus Album Review

Music

Connect