Connect with us
libra facebook
Illustration: Aïda Amer/Axios

Culture

Sejarah Uang di Dunia: Hewan Ternak, Bitcoin Hingga Libra

Dulu orang melakukan pembayaran dengan hewan ternak (sistem barter). Kini akankah menggunakan Libra?

Nenek moyang kita mungkin tak pernah membayangkan bila kehadiran internet nantinya akan mengubah beragam aspek dalam hidup ini. Bila dulu mereka belum mengenal uang dan melakukan jual beli secara barter, kini uang yang kita kenal telah berubah bentuknya. Uang tak hanya ada dalam bentuk fisik tetapi juga digital. Internet mengubah budaya orang dalam berbelanja. Toko-toko fisik gulung tikar sebaliknya e-commerce semakin berjaya. Bagaimana semua ini bermula?

Sembilan ribu tahun sebelum masehi, uang belum dikenal. Manusia di zaman itu hanya mengenal barter alias penukaran. Mereka akan menukar barang yang mereka miliki dengan barang yang mereka butuhkan. Alat tukar yang umum saat itu adalah hewan ternak. Tetapi sayuran dan gandum juga dapat digunakan sebagai alat tukar. Dengan melakukan tukar menukar, nenek moyang kita mencukupi kebutuhan hidupnya. Kekurangan dari sistem ini adalah tidak ada aturan baku misalnya seekor sapi dapat ditukar dengan berapa karung beras.

Meski belum mengenal uang, delapan ribu tahun sebelum masehi konsep mengenai bank telah dikenal. Tapi tentunya bank itu tidak mengelola uang melainkan bibit. Para petani dapat meminjam bibit kepada bank untuk digunakan bertani. Bila tanaman telah berhasil dipanen maka petani pun dapat mengembalikan benih yang mereka pinjam. Hal ini ditemukan di Mesopotamia. Aktivitas serupa berkaitan dengan kredit dan berbagai kegiana perbankan ditemukan di peradaban Asia lainnya.

A 640 BC one-third stater electrum coin from Lydia

A 640 BC one-third stater electrum coin from Lydia

Tentu saja akan sangat repot membawa hewan ternak atau gandum ke mana-mana untuk berbelanja. Orang butuh alat tukar yang mudah dibawa. Raja Alyattes dari wilayah yang kini menjadi Turki menciptakan uang sebagai alat tukar resmi di kawasan Mediterania. Hal itu terjadi pada 600 tahun sebelum masehi. Pada 1250 Masehi, koin emas dicetak di Italia. Uang kertas kemudian muncul di berbagai belahan dunia karena terinspirasi dari China yang diketahui telah menggunakannya sejak 1290 Masehi. Uang kertas dianggap lebih ringan, lebih murah, dan lebih mudah diproduksi.

Walaupun uang koin dianggap kurang efisien, ia masih digunakan hingga kini. Koin tak hanya memiliki nilai sejarah tetapi juga memberikan rasa aman kepada penggunanya. Seperti pula uang kertas, uang koin dicetak dengan berbagai simbol yang menggambarkan sebuah negara. Koin juga dianggap lebih nyata dibanding uang kertas. Bila perbankan maupun keuangan negara secara keseluruhan ambruk, uang koin akan tetap bernilai. Tak seperti uang kertas yang bahan bakunya murah, uang koin dibuat dari logam. Ia dianggap lebih bernilai.

Perkembangan uang pun turut memajukan perkembangan dunia perbankan. Di abad pertengahan, bank memberikan pinjaman kepada nasabahnya untuk membiayai kegiatan pertanian atau ekspedisi mereka melalui jalur sutra. Saat itu istilah bangkrut telah dikenal di Italia. Istilah tersebut berasal dari dua kata dalam Bahasa Italia, banca rottan. Lalu bank dalam wujud seperti saat ini mulai tumbuh di abad ke 17.

Perdagangan yang semakin pesat di Eropa dan tak hanya berkaitan dengan jalur sutra telah melahirkan berbagai institusi perbankan. Apalagi didorong dengan revolusi industri dan kegiatan ekspor ke Benua Amerika maupun Asia membuat banyak pedagang membutuhkan suntikan dana. Muncullah Bank van Leening di Belanda, Bank of England di Inggris (1773), Riskbank (1809), dan Bank of France di Prancis (1800). Bank-bank ini lalu berkembang menjadi bank sentral.

de javasche bank

1 Rupiah keluaran De Javasche Bank

Indonesia tak luput mengalami perkembangan yang sama. Bedanya, perkembangan uang maupun perbankan di Indonesia berkaitan dengan penjajahan dilakukan oleh negara-negara Eropa. Saat itu di Indonesia belum ada kebijakan mengenai mata uang. Ada beragam mata uang misalnya Cassie alias Kepeng China dan Real Spanyol yang terutama digunakan di Pulau Jawa. Ada pula dua mata uang lain yang digunakan yaitu Rijksdaalder dan Ropij Jawa. Induk perusahaan dagang Belanda, VOC, lalu mendirikan institusi keuangannya di Indonesia yaitu De Bank van Leening. Pada 1752 namanya berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening.

VOC yang mengalami kemunduran dari lalu diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Diputuskanlah bahwa dibutuhkan lembaga keuangan alias bank yang mengakomodasi kepentingan bisnis para pengusaha di Hindia Belanda. Lalu dibentuklah sebuah bank berjangka waktu khusus yang lazim disebut bersistem Oktroi. Bank itu bernama De Javasche Bank dan mendapat wewenang untuk mencetak uang kertas. Kantornya dibangun di Jakarta, Cirebon, Semarang, Solo, Surabaya, Makassar, Padang, Pasuruan, dan Yogyakarta. Ketika itu uang rupiah masih belum dikenal.

Ketika Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia, begitu pula dengan sistem perbankannya ikut diambil. Bank Belanda, Bank Inggris, dan Bank China yang ada di Nusantara diambil oleh oleh lembaga-lembaga bank dari Jepang yaitu Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, dan Mitsui Bank. Singkat cerita, Indonesia merdeka dan menyatakan cita-cita bangsa melalui UUD 45 dengan membentuk bank sentral. Uang Republik Indonesia (ORI) seperti yang kita kenal saat ini dicetak pertama kali pada 30 Oktober 1946.

American Express card from 1959

American Express card 1959

Namun peredaran uang secara nasional saat itu masih sulit karena sarana prasarana yang belum mendukung. Sebagai negara baru, Indonesia masih kesulitan menjalankan kebijakan secara menyeluruh. Akhirnya pemerintah daerah memproduksi uang sendiri yang disebut Orida. DJB, bank bikinan pemerintah Belanda di masa penjajahan, menjadi cikal bakal dari Bank Indonesia.

Panjangnya perjalanan panjang uang dan dunia perbankan menjadi semakin cepat saat ini. Kemajuan di bidang keuangan meningkat pesat sejak 1999 ketika bank-bank di Eropa mulai menawarkan mobile banking tradisional. Salah satu bank pionir yang melayani mobile banking melalui sms adalah Deutsche Bank bekerja sama dengan PayBox. Amerika mengikuti langkah ini dengan Wachovia Bank sebagai pionirnya di tahun 2006.

Kini, kita tak hanya melakukan jual beli dengan uang kertas maupun uang koin saja. Beberapa tahun terakhir perkembangan pesat di dunia keuangan telah melahirkan cryptocurrency. Uang digital yang tidak diatur oleh bank sentral alias berada dalam sistem desentralisasi. Cryptocurrency digadang-gadang lebih aman karena adanya blockchain sehingga tak bisa dibobol. Blockchain dapat diumpamakan sebagai pembukuan di mana ketika sebuah transaksi cryptocurrency terjadi, seluruh buku yang ada dalam sistem akan mencatatnya. Transaksi menjadi hampir mustahil dipalsukan karena memalsukan satu data sama saja dengan harus memalsukan seluruh data yang ada. Prospeknya pun menarik dan harganya hampir selalu meningkat. Baik di Indonesia maupun di dunia, salah satu jenis cryptocurrency yang paling laku adalah Bitcoin.

Photo by David McBee from Pexels

Photo: David McBee

Namun ketiadaan bank sentral membuat harga cryptocurrency cenderung tak stabil karena bisa naik atau turun begitu saja. Walaupun demikian, peminatnya tak surut. Salah satunya adalah Mark Zuckerberg. Bos Facebook ini berencana meluncurkan Libra, jenis baru cryptocurrency yang digadang akan membawa perubahan di dunia keuangan. Awalnya Mark meluncurkan Facebook Credit untuk memonetisasi aplikasi yang ada di dalam Facebook. Gunanya adalah jual beli misalnya ketika kita bermain games. Facebook Credit sayangnya tidak cukup sukses.

Sepertinya Mark belajar dari hal itu lalu menciptakan Libra tetapi dengan ambisi yang sangat tinggi. Ia tak hanya ingin menciptakan salah satu jenis cryptocurrency lainnya dan menyaingi yang sudah ada seperti bitcoin atau ethereum. Ia ingin mengubah cara kita melakukan jual beli secara daring. Contohnya begini, ketika kita berbelanja dari e-commerce di luar negeri, pada angka tertentu kita dapat dikenai bea cukai. Begitu pula ketika membayarnya melalui transfer bank. Ada dua bank yang secara umum melayani transfer antarnegara di Indonesia yaitu Mandiri dan BCA. Mereka menetapkan minimal jumlah uang yang bisa dikirim. Bila di bawah itu, kita tak dilayani.

Saat melakukan transfer pun kita tak hanya dikenai biaya oleh bank di dalam negeri tetapi juga bank di luar negeri. Memang kini telah ada inovasi lain seperti Jenius dari BTPN dan Digibank dari DBS. Namun Facebook menetapkan ambisinya lebih besar lagi. Facebook ingin memangkas berbagai biaya keuangan antarnegara dan segala jenis transaksi itu dapat dilakukan melalui ponsel. Keberadaan Libra nantinya dianggap akan menjadikan cryptocurrency lebih mainstream. Bila pengguna blockchain di seluruh dunia adalah 35 juta orang, bandingkan dengan pengguna Facebook yang nantinya akan menggunakan Libra. Libra bahkan dapat digunakan melalui WhatsApp dan Messenger.

facebook libra

Libra Facebook (Ilustrasi)

Dengan adanya Libra, kita dapat berbelanja ke luar negeri tanpa memikirkan bagaimana nilai tukar rupiah dengan mata uang negara lain. Jika berbelanja menggunakan akun Jenius atau Digibank kita masih memikirkan berapa harga sebuah barang senilai 100 dolar bila dikonversi ke dalam rupiah. Hal serupa tak terjadi saat kita menggunakan Libra. Libra adalah mata uangnya. Kita cukup asyik berbelanja di New York atau Tokyo dan melakukan pembayaran dengan aplikasi yang ada di ponsel. Transfer saja Libra sebagai cara membayar. Artinya, harga sebuah barang di luar negeri akan sama saja ketika masuk ke Indonesia karena tak perlu melakukan konversi mata uang.

Berbeda dengan cryptocurrency yang hanya murni dalam bentuk digital, Libra tidak demikian. Nantinya Libra pun akan didukung oleh aset di dunia nyata. Di satu sisi pengguna Libra akan merasa lebih aman karena tidak takut bila uang digitalnya dapat lenyap begitu saja. Ini menjadikan Libra lebih stabil dibanding cryptocurrency lainnya. Di sisi lain, Libra akan menjadi sama saja dengan uang kertas yang kita miliki. Libra dapat mengalami inflasi. Tetapi Libra tak diatur oleh bank sentral melainkan oleh grup perusahaan yang independen. Demi menjadikan impiannya nyata, Facebook telah bekerja sama dengan lebih dari 30 rekanan dari berbagai industri yang masing-masing adalah perusahaan raksasa dunia.

Keberadaan Libra mungkin benar-benar akan merevolusi cara kita menggunakan uang. Sayangnya, Libra dapat mengguncang perekonomian dunia. Dikhawatirkan Libra justru dapat menggeser kedudukan mata uang negara-negara di dunia dan mengacaukan sistem kerja bank sentral. Berbagai negara, termasuk Indonesia, menyatakan penolakannya terhadap Libra. Meski Libra dapat memudahkan kita dalam melakukan transaksi, Libra juga dapat membuat kita menjadi lebih boros. Seperti pula kepemilikan kita terhadap dompet digital. Saat kita merasakan mudahnya melakukan transaksi apalagi dengan iming-iming potongan harga, kita justru terdorong mengeluarkan lebih banyak uang.

Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1 Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1

Selayar dan Kejayaan Maritim Nusantara

Culture

Eksplorasi Pesona Kebudayaan Jepang Melalui Anime

Culture

Steven Spielberg Steven Spielberg

Mengenal Steven Spielberg dari Filmografinya

Culture

Virgin The Series Virgin The Series

Virgin The Series vs Euphoria: Menilik Lika-liku Kehidupan Generasi Muda di Era Modernisasi

Current Issue

Connect