Connect with us
ratsasan movie review

Film

Ratsasan: Thriller yang Mencekam

Arun Kumar sangat terobsesi dengan kasus pembunuhan sebagai bahan observasinya untuk membuat film berkualitas.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Scene pertama film ini langsung dibuka dengan adegan penyiksaan. Kita disuguhi pemandangan seorang lelaki yang membawa kampak untuk menyakiti seorang gadis. Namun ternyata itu hanya ada dalam imajinasi Arun Kumar (Vishnu Vishal), pemeran utama pria sekaligus tokoh yang tampil menonjol dan kualitas akting sangat baik di film ini.

Arum Kumar adalah seorang pemuda yang sudah mencapai usia matang namun belum juga memulai karirnya. Ia bercitra-citra menjadi sutradara film. Sayangnya, naskahnya selalu ditolak karena dianggap terlalu gelap dan tidak sesuai selera pasar.

Arun Kumar sangat terobsesi dengan kasus pembunuhan sebagai bahan observasinya untuk membuat film berkualitas. Ia mengoleksi kliping dan gambar baik dari tersangka maupun korban pembunuhan tersebut. Sekilas kita akan merasa ngeri membayangkan wajah mayat yang memenuhi dinding kamar Arun Kumar. Namun ia sendiri justru nampak tertantang.

Pada akhirnya, obsesinya ini akan membantunya ketika menempuh profesi sebagai polisi. Ia terpaksa memenuhi harapan keluarganya untuk menjadi polisi agar tidak terus-terusan menganggur.

Arun Kumar justru harus menangani kasus pembunuhan berantai yang salah satu korbannya adalah bagian dari koleksi klipingnya. Pelaku pembunuhan berantai ini menyasar anak-anak perempuan usia SMP.

Sejak awal, Ratsasan (2018) telah menunjukkan taringnya sebagai film yang tidak mudah untuk ditonton. Kita akan terus dibuat takut, khawatir, gugup, tegang, panik, hingga penasaran sepanjang film. Tim tata rias Ratsasan patut diacungi jempol karena berhasil membuat mayat yang nampak mengerikan bahkan meski kita tidak dapat melihatnya secara jelas. Mayat-mayat ini dibungkus dalam plastik.

Ratsasan juga tidak membiarkan kita untuk mengalihkan perhatian. Scoring yang sangat-sangat baik dibuat untuk mengacaukan mental penonton. Ketengang justru tidak muncul dari adegan pembunuhan yang berdarah-darah karena memang tidak ditampilkan sedari awal. Ketegangan itu justru muncul dari scoring yang bahkan membuat kita merasa sedang menonton film horor. Tidak pelu setting di malam hari ataupun di tempat sepi, bahkan setiap saat Ratsasan mampu memainkan emosi penonton melalu sound effectnya.

Uniknya lagi, Ratsasan menggabungkan konsep thriller dengan melodrama. Sentuhan drama ditampilkan melalui scene ketika Arun kehilangan keponakan kesayangannya.

Thriller dan drama berpadu dengan rapi dan saling melengkapi tanpa terlihat berlebihan ataupun dipaksakan. Begitu pula dengan unsur romance yang sedikit membumbui film ini. Meski hanya ditampilkan beberapa scene saja, tetapi chemistri Arun Kumar dan Viji (Amala Paul) nampak apik sekaligus alami. Akting para pemeran pendukung terutama karakter anak-anak juga patut diacungi jempol apalagi berhasil membangun chemistry dengan karakter orang dewasa.

Pada sebagian film thriller serupa, kita mampu menebak alurnya bahkan mengetahui siapa pembunuh berantainya. Namun Ratsasan berhasil menghindari jebakan tersebut. Ia terus menciptakan plot twist yang membuat kita penasaran.

Di luar itu, ada beberapa hal yang tidak kita temui dalam film produksi Indonesia. Bisa saja itu memang gambaran nyata dari kondisi di India. Pertama, tersangka yang disiksa secara fisik agar mau buka mulut. Entah apakah metode interogasi ini diperbolehkan atau tidak tapi Ratsasan menampilkannya dalam beberapa scene. Terdapat pula scene guru yang menghukum muridnya secara fisik. Hal ini tentunya menjadi pertanda buruk bahwa kekerasan di dunia pendidikan telah berakar hingga dianggap wajar.

Meski demikian, Ratsasan tetaplah memiliki kekurangan. Tidak ada penjelasan mengenai bagaimana pelaku pembunuhan tersebut mendapatkan boneka yang ternyata sudah tidak dijual di mana-mana. Rasanya agak aneh bila ia mengoleksi boneka-boneka itu sejak kecil karena kondisi boneka yang terlihat masih baru.

Make up prostetik yang digunakan pelaku pembunuhan nampak murahan sehingga menurukan daya tarik penonton terhadap karakternya. Tetapi harus diakui bahwa Sang Ratsasan alias Setan ini memiliki daya tarik yang luar biasa. Ia tidak perlu memiliki dialog atau dishoot secara close up untuk menunjukkan sisi kengerian dari karakternya. Walau hanya tampil di bagian akhir film dan tidak memiliki banyak porsi, ia telah berhasil tampil mengesankan.

ratsasan movie review

Tentu kita tidak dapat melupakan polesan si penulis naskah yang membuatnya berhasil menampilkan Sang Ratsasan secara luar biasa. Naskah yang kuat dan penciptaan karakter yang hebat membuat si tokoh villain ini tidak perlu mendapat banyak polesan untuk tampil menonjol.

Sayang sekali pada bagian ending, film ini nampak berusaha dipanjang-panjangkan agar kita memahami motif pelaku. Sebenarnya kisah hidup Sang Ratsasan tidak memiliki pondasi yang kuat bahkan cenderung dibikin-bikin.

Ada banyak scene yang mampu mengundang decak kagum. Seperti misalnya rekaman suara korban yang disiksa hidup-hidup. Rekaman tersebut tersimpan di alat bantu dengar korban yang tak sengaja menyala karena kepalanya dihantam oleh pelaku. Scene ini tidak hanya meningkatkan kengerian akan kekejaman Sang Ratsasan tetapi juga membuat penonton terbayang-bayang.

Pada scene autopsi, dokter juga tidak memberikan penjelasan secara penuh dan mengatakan kalimat-kalimat yang menggantung. Namun dialog itu sudah cukup membuat kita berimajinasi sekaligus tercengang dengan ngeri terhadap Sang Ratsasan.

Pada akhirnya, Ratsasan telah lebih dari mampu menciptakan imajinasi sekaligus visualisasi yang mengerikan bagi penontonnya. Ratsasan telah meninggalkan kesan yang mendalam hingga tak mudah dilupakan. India patut berbangga dengan kehadiran film ini.

Script: 8/10
Story: 9/10
Scoring: 9/10
Cinematography: 7/0
Acting:8/10

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect