Connect with us
daur ulang

Lifestyle

Ramai-ramai Bikin Program Daur Ulang

Isu perubahan iklim semakin panas. Berbagai industri turun tangan untuk ikut menyelamatkan bumi.

Saat ini, karbon dioksida di atmosfir telah mencapai level tertinggi sepanjang sejarah atau sekitar 800.000 tahun terakhir. Hasil pengukuran yang dilakukan National Oceanic and Atmospheric Administration di Observatorium Mauna Loa menunjukkan angka 415 ppm. Sebagai perbandingan, di zaman es karbon dioksida mencapai level 200 ppm. Ketika es mulai mencair, level itu sedikit naik menjadi 280 ppm. Kita dapat melihat sendiri dampaknya pada bumi. Gletser perlahan mencair, terumbu karang berubah warna, serangan gelombang panas yang mematikan manusia, hingga badai yang memburuk di berbagai belahan dunia.

Kita tak bisa hanya diam membiarkan bumi yang kita tinggali hancur berantakan. Selama masih ingin hidup di bumi, kita harus bekerja keras untuk menjaga keberlangsungan kehidupan semesta. Salah satunya dengan konsep keberlanjutan atau sustainability. Sederhananya, kita melakukan segala cara untuk menekan emisi karbon. Kita harus berusaha untuk menjaga agar bumi tetap hidup baik-baik saja. Caranya banyak. Misalnya menggunakan air dengan bijak, mengurangi konsumsi listrik, mendaur ulang sampah, hingga memilih berjalan kaki untuk jarak dekat. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai kontribusi dalam menjaga lingkungan.

Sayangnya hal-hal kecil itu tidak akan berguna bila kita tetap gila belanja. Makanan, makeup, hingga pakaian yang kita koleksi berperan dalam menyakiti bumi. Ketika kita membeli susu almond impor, bayangkan berapa emisi karbon yang dihasilkan dari perjalanan antarnegara hingga benua demi sebotol susu. Makeup yang kita beli umumnya berada dalam kemasan plastik. Ketika menjadi makeup junkie, kita tak mampu menghitung sudah berapa botol foundation atau tube lipstik yang memenuhi tong sampah demi ambisi mempercantik diri. Pakaian yang kita beli sebulan sekali demi tren ternyata menyumbang 20% limbah air di dunia.

Hobi belanja yang kita pikir tak menyakiti siapa-siapa selain kantong sendiri ternyata berdampak pada bumi. Sebenarnya hampir seluruh elemen dalam hidup kita berpotensi menghasilkan emisi. Kita tak mungkin berhenti berbelanja. Kita juga tak bisa menghindari plastik sepenuhnya. Tetapi kita bisa tetap menjalankan konsep keberlanjutan. Bila hanya kita seorang, dampaknya pada bumi takkan signifikan. Karena itu perusahaan-perusahaan besar dari berbagai bidang harus ikut turun tangan. Inilah yang dilakukan perusahaan dari berbagai bidan industri dalam menjalankan tanggung jawab sosial mereka: bisnis yang berkelanjutan.

Marks and Spencer telah melakukan bisnis yang berkelanjutan sejak tahun 2008. Program ini dikenal dengan sama “Shwopping”. Pelanggan diminta untuk membawa pakaian lama mereka, merek apa saja, untuk ditukang dengan voucher seharga lima euro. Sejak dimulai, sudah ada 20 juta pakaian lama yang dikembalikan ke toko dan menghasilkan uang sebesar 16 juta euro untuk amal. H&M melakukan kegiatan serupa, juga menawarkan voucher dengan nominal sama sejak 2013 lalu. Zara ikut melakukan hal ini meski hanya berlaku di beberapa toko di Inggris.

Levi’s menerima jeans lama pelanggan dan memberikan potongan 10% untuk pembelanjaan berikutnya. Sementara MAC menawarkan satu tube lipstik gratis untuk setiap enam wadah makeup kosong yang diserahkan ke toko. Masih ada banyak lagi brand makeup lain yang berpartisipasi dalam kampanye bisnis yang berkelanjutan. Contohnya The Body Shop dan Innisfree yang dapat ditemukan di Indonesia. Bagaimana dengan brand lokal? Kita punya Sensatia Botanica yang berasal dari Bali.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Sensatia Botanicals (@sensatiabotanicals) on


Namun apakah hal ini menggerakkan banyak pelanggan untuk terlibat dalam konsep keberlanjutan? Nyatanya tidak juga. Nosto melakukan survei terhadap 2000 pelanggan di Amerika dan Inggris mengenai fashion yang berkelanjutan. Hasilnya? Hanya satu per tiga yang mau melakukan biaya lebih untuk membeli produk yang mendukung keberlanjutan. Sebanyak 50% berharap brand lebih banyak melakukan bisnis yang berkelanjutan. Namun pelanggan ingin mendapatkan reward tiap mereka terlibat. Contohnya mendapat voucher diskon atau potongan harga.

Banyak orang masih menolak terlibat dalam pembelian produk yang berkelanjutan dengan alasan tak mau mengeluarkan biaya lebih banyak. Padahal bumi kita tak dapat menunggu lebih lama lagi. Kita tak mau pilihan kita dibatasi. Tapi di sisi lain, pilihan kita akan semakin terbatas. Lalu bagaiman pendekatan yang lebih baik dari konsep keberlanjutan? Contohnya dengan menawarkan jasa perbaikan pakaian. Patagonia, sebuah brand fashion, tak hanya menawarkan jasa perbaikan. Mereka juga memproduksi berbagai video untuk mengajari pelanggan bagaiamana memperbaiki kekurangan minor pada pakaian yang telah berumur.

daur ulang nike

10 prinsip desain yang berkelanjutan | Nike

Begitu pula dengan Nike yang merilis 10 prinsip desain yang berkelanjutan. Menurut Nike, sepatu yang telah habis masa pakainya dapat didaur ulang melalui proyek Nike Grind. Contohnya didaur ulang menjadi lapangan tenis. Berdasarkan prinsip desain berkelanjutan ini, desainer sepatu diharapkan dapat memikirkan desain sepatu tak hanya ketika dipakai oleh tangan pertama. Sepatu itu juga harus dipikirkan ketika didaur ulang. Sebisa mungkin sepatu itu menekan bahkan tak memiliki emisi karbon sama sekali. Produk itu juga harus bersifat timeless dan unisex.

Luigi's Hot Pizza Luigi's Hot Pizza

Luigi’s Hot Pizza: Pizza Rave Pertama di Bali

Lifestyle

Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase

Memorable Stay Experience at The Apurva Kempinski Bali

Culture

byrd house bali byrd house bali

Byrd House Bali: Pengalaman Kuliner Sempurna Berpadu Dengan Suasana Eksotis

Lifestyle

Bali Dynasty Resort Bali Dynasty Resort

Bali Dynasty Resort: Destinasi Populer Bagi Keluarga di Tepi Pantai Kuta Selatan

Lifestyle

Connect