Connect with us
Pearl Jam Gigaton
Photograph: Danny Clinch / Universal Music Group

Music

Pearl Jam: Gigaton Album Review

Eddie Vedder dan kawan-kawan memunculkan amarah baru dalam kemasan rock yang berbeda dalam Gigaton.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Pearl Jam telah merilis album baru mereka “Gigaton” yang sangat lama dinantikan. Ini adalah album ke-11 yang muncul pertama kali sejak tujuh tahun lalu, tepatnya setelah “Lightning Bolt”. Tapi kali ini, para veteran grunge ini mencoba bereksperimen dengan beberapa sampel, loop, elektronik dan lainnya bersama suara rock ala Eddie Vedder.

Unsur-unsur itulah yang membuat lagu-lagu Eddie Vedder terdengar lebih menggema. Tapi ada juga yang membuat beberapa lagu menjadi lebih lambat dan rendah. Mungkin Pearl Jam ingin membuat lagu-lagu yang lebih lambat dan rendah itu menjadi sesuatu yang mudah diingat para pendengarnya.

Pearl Jam Gigaton

Pearl Jam – Gigaton

Pada dasarnya, Gigaton dibagi menjadi tiga bagian. Begitu kencang di awal, nada sedang di bagian tengah dan lebih rendah di akhir. Semuanya terdengar sangat bagus meskipun setiap track-nya memberikan pukulan drum yang tak sama. Hal itu terlepas dari beberapa elemen elektronik yang membuat Pearl Jam terasa lebih baru.

Album Gigaton dibuka dengan lagu berjudul “Who Ever Said”. Sejak lagu inilah Pearl Jam sudah menunjukan sedikit perbedaan dari album sebelumnya. Kemudian dilanjut oleh “Superblood Wolfmoon” pada lagu kedua. Dua lagu ini menjadi pembuka yang cukup bagus.

Tapi single utama dari Gigaton dan yang diproduksi menjadi video musik adalah “Dance of the Clairvoyants”. Sihir dari suara Eddie terdengar di lagu ini, menjadi irama yang begitu membakar. Begitu juga dengan suara bass dari Jeff Ament lebih menonjol pada lagu ketiga album ini.

Selanjutnya ada “Quick Escape” yang juga bisa menjadi andalan pada album ini. Suara gitarnya yang menjadi pembeda dibandingkan lagu lainnya. Tapi kekuatan melodi yang bagus ada di lagu “Never Destination”. Kecepatan grunge yang asik khas Pearl Jam terjaga di lagu “Take The Long Way”. Terlebih karena adanya aksi gitar solo yang hebat dari Mike McCready.

Gitar akustik ala Eddie Vedder baru disorot ketika lagu “Comes Then Goes” diputar. Lagu inilah yang memulai pendengar bisa beristirahat sebentar atas tempo yang lambat dan begitu sederhana.

Di sisi lain, lagu “Seven O’Clock” menjadi yang paling panjang di album ini. Pada dasarnya, band ini tetap jatuh ke dalam penulisan lagu seperti biasanya yang begitu sentimental. Itulah yang membuat musikalitas Pearl Jam tidak pernah mengecewakan.

Hal ini berlaku karena vokal dari Eddie yang selalu menciptakan gairah dan bermuatan politis namun penuh dengan harapan. Karakter vokal Eddie memang selalu membuat band ini terdengar lebih pintar dan tajam. Suaranya jugalah yang membuat “Ten (1991)” yang merupakan album debut Pearl Jam menuju puncak tangga lagu pertama di Amerika Serikat.

Pearl Jam sama seperti Nirvana yang melahirkan revolusi rock alternatif dari Seattle pada awal 1990-an. Ketika Nirvana menggabungkan punk rock dalam kemarahan musiknya, Pearl Jam memasukan amarah ke dalam rock klasiknya.

Sekarang, melalui Gigaton jugalah Pearl Jam menjadi grup band yang lebih ambisius untuk mempertahankan ketangguhan rock mereka.

Hanya saja Pearl Jam harus menunda tur global Gigaton karena pandemi Covid-19. Begitu pun dengan Gigaton Visual Experience yang rencananya akan diluncurkan di berbagai bioskop. Maka dari itulah audio visual Gigaton itu baru bisa dinikmati di berbagai aplikasi Apple untuk sementara waktu.

Sebab audio visual Gigaton ini bisa diakses lebih dari 100 negara. Para penggemar bisa secara gratis menikmati versi ini jika memiliki aplikasi Apple TV pada iPhone, iPad atau iPod touch sampai akhir bulan ini.

Setelahnya, para penggemar harus mengeluarkan biaya untuk menikmati audio dan visual dari Gigaton tersebut. Hal itulah yang membuat ruang lingkup Gigaton menjadi semakin besar. Melalui format audio yang impresif dari Dolby Atmos dicampur dengan video dinamis Dolby Vision.

Dengan pengalaman audio yang impresif ini, para penggemar Pearl Jam akan punya kesempatan unik untuk mendengarkan album dengan cara yang berbeda.

“Saya senang penggemar dapat membenamkan diri dalam suara dan mendengar kedalaman lapisan lagu-lagu dan pertunjukan ini. Ini benar-benar cara unik untuk mencoba album ini,” Josh Evans selaku produser Gigaton.

Sekarang tetap menjadi momen yang sangat bagus untuk mendengarkan materi baru Pearl Jam setelah tujuh tahun lamanya. Secara keseluruhan, Gigaton memberikan momen berbeda dengan Lightning Bolt (2013). Tapi album berisi 12 lagu ini akan menjadi semangat lain untuk para penggemar Pearl Jam.

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Green Day: Saviors Album Review

Music

Connect