Connect with us
Miley Cyrus: Plastic Hearts Album Review
Photo via Apple Music

Music

Miley Cyrus: Plastic Hearts Album Review

Kembali hadir dengan karakter, identitas dan genre baru melalui mock-punk-rock album.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Ada alasan tersendiri mengapa di antara sederet mantan bintang Disney lain, Miley Cyrus menjadi salah satu yang masih terus bersinar. Miley mempertahankan eksistensi bukan sekadar melalui kontroversi. Walaupun kehidupan pribadi sang bintang tetap tidak luput dari sorotan media. Talenta yang disuguhkan Miley memang tidak bisa menutup mata.

Berkarir selama nyaris 2 dekade, Miley memang tidak perlu lagi membuktikan talentanya. Sederet album dan hits demi hits sudah cukup berbicara lantang mengenai bakat dan talenta sang penyanyi. Namun Miley tetaplah Miley. Karakter dan kepribadian yang kuat ditunjukkan juga melalui bagaimana ia meramu karya.

Miley Cyrus tidak pernah merilis dua album dengan suara yang sama. Layaknya bunglon, ia menyamarkan diri dari satu genre ke lainnya. Malah ia menjadikan dirinya sangat dekat dengan genre tersebut, menjadikannya sebuah karakter dan identitas. Seperti psychedelia dan hip-hop yang sempat menjadi dua genre yang terus dikaitkan dengan namanya.

miley cyrus Plastic Hearts

Setelah akrab dengan musik pop selama beberapa tahun, Miley melompat ke jalur hip hop dengan ‘Bangerz.’ Selang beberapa waktu, avant-psychedelia menjadi pilihan untuk album ‘Miley Cyrus & Her Dead Petz,’ dimana ia mengadopsi dirinya sebagai versi perempuan dari Wayne Coyne.

Di tahun 2017, Miley memastikan ia sudah semakin berjarak jauh dari musik pop dan hip-hop dengan meluncurkan album ‘Younger Now’, yang mengusung genre country. Kala itu Miley menenggelamkan diri dalam musik melankolis dengan irama California yang kental.

EP ‘She Is Coming’ yang dirilis pada Mei 2019 kemarin juga mengusung estetika dan suara yang berbeda dengan rilisan-rilisan yang lain. Meski Miley membuat semua album, single, sampai lagu cover yang ia rilis; apapun genre dan suara yang mereka keluarkan masih tetap sarat dengan satu identitas: Miley Cyrus. Album terbaru kali ini juga tidak berbeda.

Usai merilis “Slide Away” di tahun 2019, sesaat setelah perceraiannya dengan aktor Liam Hemsworth terungkap ke publik, mudah membayangkan Miley akan merilis album dengan irama pop-rock. Terutama usai penampilan live “Slide Away” di MTV Video Music Awards 2019. Album tersebut juga awalnya disebut-sebut akan jadi bagian trilogy ‘She Is Coming’ yang sudah dirilis lebih dulu. Namun lagi-lagi, Miley is Miley. Ia tanpa ragu dan tedeng aling-aling merombak genre musik yang sudah dikaitkan erat dengannya. Bahkan melupakan EP yang belum sempat dirilis demi obsesi terbaru kepada musik rock dari era bygone.

Miley Cyrus: Slide Away Single Review

Miley Cyrus (VMA 2019) | Getty Images

‘Plastic Hearts’ bukan sekedar menjadi album baru untuk Miley. ‘Plastic Hearts’ menjadi saksi dimana Miley kembali merombak total karakternya; baik secara musikalitas, estetika, sampai penampilan. Miley juga tidak sekedar merilis album dengan genre musik rock saja. Ia mengaitkan genre rock untuk album ini dengan Debbie Harry dan Ann Wilson dari Heart, Stevie Nicks dan Joan Jett, dimana keduanya digandeng sebagai featuring.

Tidak ada lagi Miley dari era ‘Younger Now’ atau ‘She is Coming.’ Digantikan Miley dalam balutan studded leather dan rambut blonde bergaya mullets, yang dulu dipopulerkan sendiri oleh sang ayah. ‘Plastic Hearts’ membawa Miley ke sebuah era baru.

12 track dari album ini berjalan dengan seimbang. Miley memang tidak sepenuhnya membalutkan musik rock dengan erangan gitar dalam ‘Plastic Hearts’. Elemen musik pop mainstream masih memiliki lapisan cukup kuat di beberapa track. Tidak lain berkat sentuhan sang produser: Louis Bell dan Mark Ronson. Genre pop yang dipeluk erat oleh Miley ini seakan dihadirkan demi memuaskan penggemar yang masih setia bersamanya sejak era Hannah Montana.

Meski begitu, album langsung dibuka dengan suguhan hard rock penuh attitude dalam “WTF Do I Know”. Lagu patah hati dengan lirik sarat muatan emosi, yang sepertinya ditujukan untuk sang mantan suami, ini seolah diambil langsung dari Sunset Strip circa tahun 1982. “I’m not trying to have another conversation / Probably not gonna wanna play me on your station / Pouring out a bottle full of my frustration” menjadi pembuka yang menusuk.

Atmosfer nostalgia juga masih dihadirkan dalam title track. “Plastic Heart” mengingatkan pada “Sympathy For The Devil” dari The Rolling Stones. Track ini digarap oleh hitmaker Ryan Tedder dan menunjukan sisi swag seorang Miley, yang sebenarnya mudah diduga. Di tengah hentakan dan erangan, satu hal yang terdengar pasti: Miley sangat-sangat sadar. Berbeda dengan track di ‘Bangerz’ atau ‘Miley Cyrus & Her Dead Petz’ yang justru jelas menggambarkan sebaliknya.

Sang mantan bintang Disney rupanya baru-baru ini mengkonfirmasi dirinya sudah menjauhi penggunaan obat-obatan terlarang. Demi menghindari jatuh ke liang “27 club.”

Stevie Nicks memberikan pengaruh yang sangat besar untuk single dan track berikutnya dari ‘Plastic Hearts’: “Midnight Sky.” Kali ini Miley menghadirkan synth-rock dengan instrumen yang lebih maksimalis. Bisa dikatakan, “Midnight Sky” ialah versi “Wrecking Ball” paling gress dari Miley. Album ini memiliki sederet track adiktif yang dijamin tidak akan cukup diputar satu kali. Seperti “Midnight Sky” dan juga “Prisoner” yang dibawakan bersama Dua Lipa.

“Prisoner” memiliki segala yang dibutuhkan dari kolaborasi dua penyanyi wanita berkarakter kuat. Vokal Miley yang sarat dibalur auto tune, berpadu dinamis dengan karakter suara Dua. Track ini tidak sekedar hadir sebagai musik rock, melainkan dark rock dengan kombinasi rancu spun-synth-sugar. Meski terdengar begitu gelap, “Prisoner” justru memiliki sisi manis tersendiri. Tentu saja untuk Miley Cyrus, sisi manis tidak akan menjadi seperti kembang gula. Melainkan coklat pahit yang mungkin sudah diisi dengan alkohol. Sepertinya ini jadi definisi paling tepat untuk duet maut Miley dan Dua di “Prisoner”.

Track selanjutnya kembali membawa sisi mellow dalam diri Miley. Ia meraungkan lirik “go ahead, you can say it’s my fault, if it still hurts at all” dengan iringan gitar mencabik-cabik di “Hate Me.” Sedangkan “Bad Karma,” yang dibawakan bersama Joan Jett hadir dengan instrumen punk rock diracik bersama electro-spare. Track ini sendiri sebenarnya sangat menarik. Terutama karena perpaduan Joan dan Miley justru melahirkan chorus berelemen pop country yang kental dengan permainan perkusi. Kombinasi yang tidak kalah maut dibandingkan Dua-Miley.

Miley juga menggandeng Billy Idol untuk “Night Crawling,” yang terdengar sebagai versi lebih cantik dan (lebih) manis lagi dari “Prisoner”. Tidak akan mengherankan bila track ini akan menjadi favorit di TikTok dalam beberapa pekan mendatang. “Golden G-String” menutup sebagai slow track. Kali ini Miley menyinggung mengenai dirinya sendiri. Penghakiman mengenai dirinya yang dengan lantang ia suarakan melalui lirik “you dare to call me crazy, have you looked around this place?”

‘Plastic Hearts’ mengingatkan kepada karakter Ashley O yang diperankan Miley di “Black Mirror” dari Netflix. Penggambaran seorang pop star yang lantas menemukan dirinya melalui musik punk rock. Hanya saja kita tahu, punk rock tidak akan jadi “akhir” untuk “karakter” Miley. Ia bisa saja melompat ke genre lain di album berikutnya dan memulai era baru. Menemukan dirinya kembali.

Vokal soprano Miley yang berat dan sangat khas dibalur autotune untuk beberapa lagu. Meski entah bagaimana ini sama sekali tidak mengganggu. Elemen elektro, pop, punk yang terdengar terlalu “plastik”, sampai country yang disisipkan secara sembrono juga tidak mengganggu. Bahkan estetika nostalgia, baik dalam musikalitas atau penampilan yang sudah banyak digunakan oleh musisi lain dalam rilisan mereka di tahun ini, dan kembali diadaptasi oleh Miley juga masih bisa diterima.

Tak lain karena pada akhirnya Miley mengemas album ini dengan kualitas seorang musisi bertangan dingin. Seorang artis bunglon yang mudah saja menyesuaikan diri. Mengubah genre dan musik menjadi karakter miliknya sendiri. Bahkan masing-masing featuring seolah mampu bersinar dan memperoleh identitas terpisah dalam kolaborasi yang dibawakan.

‘Plastic Hearts’ jauh dari kata masterpiece. Namun tidak bisa disangkal, ini merupakan salah satu rilisan album terbaik dari Miley.

Green Day: Saviors Album Review

Music

The Smile: Wall of Eyes The Smile: Wall of Eyes

The Smile: Wall of Eyes Album Review

Music

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy

The Last Dinner Party: Prelude to Ecstasy Album Review

Music

Zara Larsson: Venus Zara Larsson: Venus

Zara Larsson: Venus Album Review

Music

Connect