Connect with us
Joker Review Indonesia
Warner Bros Pictures

Film

Joker Review: Ketika Sistem Menciptakan Kemiskinan dan Kesengsaraan

Todd Phillips telah menciptakan standar baru pada jagat superhero dan villain.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Joker bisa dibilang termasuk ke dalam salah satu film yang kehadirannya paling diantisipasi tahun ini. Ia adalah villain yang sangat identik dengan tokoh superhero Batman. Namun seperti yang telah kita lihat dari trailer-nya, film Joker kali ini akan sangat berbeda dengan film mengenai villain serupa. Ia tak sekadar menggambarkan munculnya tokoh antagonis yang membenci para pahlawan. Joker hadir dengan pendekatan yang jauh berbeda.

Seperti yang juga sudah diduga, terjadi kontroversi ketika peran Joker diperankan oleh Joaquin Phoenix. Meski filmnya belum rilis ia telah kerap dibandingkan dengan mendiang Heath Ledger. Hal ini sah-sah saja meski sebenarnya jelas tak perlu. Joker yang diperankan oleh Joaquin Phoenix bukan seperti yang digambarkan oleh Heath Ledger. Keduanya sama-sama memesona tetapi Joaquin jelas berhasil memberikan sentuhan yang berbeda. Ini adalah kerja sama yang hebat antara aktor, sutradara, dan penulis skenario. Setting, sound effect, hingga coloring sangat memukau dan menambah kesan mendalam setelah kita meninggalkan bioskop.

Joker Review

Arthur Fleck

Arthur Fleck adalah nama asli dari Joker. Ia miskin, tak punya kehidupan sosial, dan frustasi soal cinta. Cita-citanya adalah menjadi komika. Arthur di usia yang sudah dewasa masih hidup bersama sang ibu, Penny Fleck, seorang mantan asisten rumah tangga. Mereka hidup di rusun bobrok. Arthur memiliki cedera kepala yang membuat ia harus terus mengonsumsi obat dan tak bisa mengontrol tawanya. Ia tertawa meski tak ada hal yang lucu. Untunglah Kota Gotham memiliki pelayanan yang baik bagi warganya sehingga ia dapat melakukan konseling secara cuma-cuma.

Namun kondisi kota yang semakin buruk membuat layanan konseling itu ditutup. Ia dipecat. Arthur juga harus menghadapi bully di usianya yang sudah tak muda. Ia diremehkan dan tak dianggap sebagai manusia. Apalagi ibunya yang terus mengoceh memuji calon walikota mereka, Thomas Wayne. Arthur tidak paham mengapa ibunya berpikir seorang kaya seperti Thomas akan mengangkat mereka dari kesengsaraan. Di sisi lain Arthur jatuh hati pada tetangganya, seorang single parent bernama Sophie Dumond.

Kita dibuat jatuh cinta pada Joaquin sejak detik pertama. Hati ini dibuat mencelos melihat bagaimana Arthur hidup. Ia difitnah, kehilangan pekerjaan, dipukuli, dan dijauhi oleh teman-temannya sendiri. Tak ada alasan untuk tidak bersimpati. Apalagi tawanya yang tanpa henti—yang katanya penyakit itu—terdengar begitu mengerikan. Menatap wajahnya saja membuat kita merasa pilu. Kita yakin dan mampu merasakan derita seorang Arthur. Dunia ini begitu kejam. Politikus kita membela kapitalis. Rakyat kecil seperti Arthur diinjak-injak.

Joker Review

Joker

Hal menarik lainnya adalah transformasi tubuh Joaquin. Ia begitu kurus sampai tulang rusuknya terlihat mengerikan. Ketika memunggungi penonton pun kita dapat melihat tulang punggungnya menonjol. Cara berjalan, cara duduk, hingga caranya bicara membuat kita percaya bahwa ini adalah gambaran seorang miskin yang menjadi korban dari sistem. Sutradara Todd Phillips menggambarkan dunia yang begitu menyedihkan dan menempatkan Arthur di dalamnya. Kita mungkin akan merasa ditampar menyadari bahwa di luar sana ada orang-orang yang merasa tidak berharga karena lelah diacuhkan dan ditinggalkan. Ada banyak Arthur lainnya, bahkan mungkin orang terdekat kita.

Perbuatan kriminal pertama yang dilakukan Arthur membuat kita maklum. Meski perbuatan kriminal selanjutnya membuat kita terkejut. Todd berhasil memanfaatkan momentum sehingga tiap pembunuhan yang dilakukan Joker tak mampu disangka oleh penonton. Todd menyiapkan beberapa plot twist yang menarik. Mulai dari masa lalu Arthur, siapa ibu ayahnya, hingga bagaimana awal mula Arthur dan Bruce Wayne menjadi musuh bebuyutan. Walau ada bagian di mana kita terheran-heran bagaimana Arthur bisa bebas tetapi Joker sangat-sangat menyenangkan untuk dinikmati.

Alurnya sendiri suram dan sedikit lambat di awal tetapi menjadi rentetan kejadian tak terduga di paruh akhir film. Kehadiran Robert De Niro sebagai Murray Franklin juga menjadikan Joker semakin menarik. Meski demikian film ini mungkin terlalu berat bagi selera kebanyakan orang yang menyukai dunia superhero. Dari seluruh film produksi MCU maupun DCEU, Joker adalah yang paling berbeda. Kita seperti menonton sebuah pertunjukan teatrikal di panggung dengan Joker menari-nari di atasnya. Joker begitu nyeni.

Joker adalah sebuah mahakarya, bukan film yang dibuat asal-asalan hanya demi mendulang uang. Ia mungkin tak sesuai dengan selera banyak orang. Tapi ia memberikan pelajaran kemanusiaan yang berharga buat kita. Joker layak disandingkan dengan Parasite (2019) maupun Shoplifter (2018). Indah, agung, dan kelam.

Joker Spoiler Review: Mengapa Kita Mengagumi Joker?

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect