Connect with us

Current Issue

Bagaimana Pandemi Memengaruhi Industri Perfilman

Titik balik industri perfilman modern karena pandemi COVID-19.

Tak hanya mempengaruhi perekonomian dan krisis kesehatan secara global, pandemi COVID-19 juga memengaruhi industri perfilman sepanjang tahun 2020. Pembatasan interaksi sosial dan kerumunan di tempat umum menjadi penghalang bagi industri ini.

Bioskop terpaksa harus ditutup hingga jangka waktu yang belum bisa ditentukan, menimbulkan banyaknya judul film yang mengalami penundaan tanggal rilis dan acara premier yang biasanya diselenggarakan secara masif.

Di lain sisi, perkembangan digital yang 10 tahun belakangan telah mengubah metode distribusi film mengambil alih industri. Bukan lagi platform hiburan yang dipandang sebelah mata kaum elite filmmaker, platform streaming menjadi sebuah kebutuhan, alternatif, untuk membuat industri perfilman tetap berjalan di tahun yang pelik ini.

Bioskop Tutup dan Mundurnya Jadwal Perilisan yang Tak Berkesudahan

Maret 2020, menjadi awal tutupnya bioskop di berbagai negara termasuk Indonesia. Banyak film langsung mengumumkan jadwal perilisan putaran awal. Judul antisipatif seperti “No Time to Die”, “Mulan”, “Tenet”, pun mundur hingga berbulan-bulan mendekati akhir tahun.

Pada akhirnya “Mulan” dan sebagian besar film Walt Disney memutuskan untuk merilis filmnya di platform Disney+ pada 4 September lalu. Sementara Christopher Nolan tetap nekat merilis “Tenet” di bioskop pada tanggal 26 Agustus di Inggris, dan 3 September di Amerika Serikat. Dengan pendapatan $362 juta, “Tenet” menjadi film dengan pendapatan tertinggi keempat, namun belum cukup mengcover biaya produksi sebanyak $100 juta dari Warner Bros.

soundtrack james bond

Picture by: SplashNews.com

“No Time to Die” hingga saat ini masih belum rilis di bioskop maupun platform streaming, dan masih berambisi merilis filmnya di bioskop pada tahun 2021 mendatang. Tak hanya film Hollywood, salah satu film Indonesia horor lokal, “KKN Desa Penari” juga menjadi film paling antisipatif yang sampai sekarang belum juga dirilis.

Hingga saat ini, masa depan bioskop Indonesia sendiri belum memberikan sedikit pun harapan untuk kembali beroperasi mengingat protokol kesehatan yang masih berlaku. Begitu juga industri bioskop secara global, meski beberapa bioskop di negara lain mulai buka, masih banyak orang yang lebih mengutamakan kesehatan daripada kebutuhan akan hiburan ke bioskop.

Kesempatan Platform Streaming dan Drive-in untuk Berjaya

Platform streaming menjadi alternatif distribusi dan media penayangan film dengan kesempatan besar pada masa pandemi ini. Sudah bukan sebagai media alternatif, platform streaming seperti Netflix, HBO Max, Disney+, dan lain-lain menjadi harapan terakhir bagi rumah produksi film untuk mendistribusikan film mereka.

Mungkin beberapa dari kita sebagai penonton melihat hal ini sebagai alternatif hiburan yang wajar. Mengingat kita sudah terbiasa melihat berbagai film melalui platform seperti Netflix. Tak sedikit pula dari film-film rilisan platform streaming merupakan karya dari sutradara besar maupun sutradara indie yang memiliki potensi besar.

Bagaimana Pandemi Memengaruhi Industri Perfilman 2020

Konsep Drive-In akan makin marak

Dalam kasus ini, merilis film platform streaming tak hanya soal mencari keuntungan dalam kesulitan atau berorientasi pada kapitalisme, namun memikirkan keamanan penonton dari ancamanan penyebaran COVID-19 di keramaian seperti bioskop maupun festival film.

Tetap ada banyak film berkualitas yang bisa kita nikmati selama masa pandemi ini. Netflix masih menjadi platform yang konsisten merilis film-film terbaik untuk menemani kita selama masa karantina. Beberapa judul seperti “Da 5 Bloods”, “The Trial of Chicago 7”, “I’m Thinking of Ending Things”, dan “Mank” menjadi contender paling banyak mendapat ulasan baik dari berbagai media.

Prime Video juga menjadi platform yang dilirik oleh banyak produser film untuk mendistribusikan filmnya. Beberapa judul terbaik seperti “Sound of Metal” dan “The Vast of Night” bisa kita tonton melalui platform tersebut.

Tak hanya platform streaming, on-demand service dan bioskop drive-in juga menjadi alternatif media distribusi film di masa pandemi. Sayangnya, service ini hanya menjangkau kalangan terbatas untuk rilisan film-film baru.

Di Indonesia sendiri, muncul Drive-In Senja yang bisa kita kunjungi jika hendak menonton di luar bersama keluarga maupun teman dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Namun, alternatif ini pun masih memiliki pilihan judul film yang terbatas pada film-film lama. Mungkin bisa dikembangkan sebagai konsep bioskop di masa depan jika pandemi tidak kunjung hingga tahun depan.

Baca Juga: Tahun Berat untuk Layar Lebar dan Tahun Gemilang untuk Industri Porno

Kemunduran Bioskop dan Rumah Produksi yang Menghadapi Krisis

Christopher Nolan memiliki ambisi besar untuk mempertahankan sistem distribusi film melalui bioskop, hal itu yang membuat dirinya tetap nekat merilis “Tenet” di bioskop pada bulan Agustus lalu. Namun, karena filmnya gagal balik modal biaya produksi, Warner Bros. Pictures mengambil langkah kontroversial dengan menjual semua judul film terbaru dalam slot mereka ke platform streaming HBO Max, termasuk “Tenet” dan “Dune” karya Denis Villeneuve.

Keputusan ini rupanya mendapat kritikan pedas dari kedua sutradara dari masing-masing film tersebut. “Beberapa industri filmmaker terbesar dan yang terpenting, bintang film tidur sebelum berpikir bahwa dirinya bekerja untuk studio film terbesar, kemudian bangun dan mengetahui bahwa dirinya bekerja untuk platform streaming terburuk”, begitu Nolan melontarkan statement sinisnya menanggapi keputusan Warner Bros. dilansir oleh Hollywood Reporter.

tenet delay

Image via roguerocket.com

Sementara Denis Villeneuve secara eksklusif menyampaikan pendapatnya dalam sebuah artikel yang ditulis oleh dirinya sendiri melalui Variety. “Sama sekali tidak ada cinta untuk bioskop, begitu juga pada penonton di sini. Ini semua soal kelangsungan hidup dari raksasa telekomunikasi, yang saat ini menanggung hutang astronomi lebih dari $150 miliar”, ungkap Denis.

Ketika Warner Bros. mengambil keputusan yang mempertaruhkan harga diri dan cinta akan bioskop, MGM, salah satu rumah produksi tertua dan terbesar di Hollywood mengambil langkah lebih nekat dengan menjual semua filmnya. Rumah produksi yang berdiri sejak 1942 ini telah memproduksi banyak film box office seperti James Bond franchise, “The Hobbit” , “Rocky” dan masih banyak lagi. Sementara “No Time to Die” dirumorkan sedang mencari platform streaming untuk pendistribusiannya tahun depan dilansir dari Screenrant.

Lepas dari berbagai masalah finansial dan distribusi, tetap banyak film debut maupun sutradara besar yang menyuguhkan film terbaik di tahun 2020. Hal tersebut menjadi salah satu hal yang tidak banyak berubah dari industri ini; menghasilkan seni film yang bermutu.

Sebetulnya masalahnya hanya pada tuntutan kapitalisme dan management distribusi atau penayangan yang masih mengalami transisi. Beberapa pihak memprioritaskan profit dengan cara apapun, namun masih ada pihak yang idealis dan tak mampu meninggalkan bioskop.

Tahun ini menjadi tantangan besar yang belum pernah dialami oleh industri perfilman sebelumnya. Semoga tahun 2021 industri perfilman global kembali bangkit dengan alternatif yang sesuai dengan protokol kesehatan maupun mempertahankan harga diri para pekerja film.

24 Jam Bersama Gaspar 24 Jam Bersama Gaspar

24 Jam Bersama Gaspar Review: Petualangan di Negeri Distopia Suram

Film

Damsel Damsel

Damsel Review: Aksi Menegangkan Millie Bobby Brown Melawan Naga

Film

American Fiction Review American Fiction Review

American Fiction Review: Film Satir Sajikan Prespektif Baru dari Black Culture

Film

Bradley Cooper Bradley Cooper

10 Film Bradley Cooper Terbaik dan Terpopuler

Cultura Lists

Connect