Connect with us
industri musik di jepang
Photo Credit: @Jamakassi

Culture

Bagaimana Industri Musik di Jepang Bertahan dengan Konservatisme?

80% penjualan musik di Jepang muncul dalam bentuk fisik seperti CD. Streaming bukan budaya mereka.

Asosiasi Industrik Rekaman Jepang (RIAJ) secara konsisten merilis laporan tahunan mereka. Pada 2016 jumlah penjualan musik dalam bentuk fisik mencapai 84%. Jumlah ini tak jauh berbeda dengan 2018 lalu yaitu 80%. Jepang memiliki 6000 toko musik, jumlah tertinggi di dunia. Amerika sebagai negara dengan pasar musik terbesar nomor satu dunia hanya memiliki kurang lebih 1000 toko. Jerman hanya memiliki beberapa ratus. Data ini saja sudah menunjukkan betapa uniknya industri musik di Jepang.

Jepang termasuk dalam negara maju, begitu pula teknologinya. Mereka juga dikenal sangat menghargai kultur dengan memiliki beragam keunikan yang mungkin tak akan kita temukan di belahan dunia lain. Hotel untuk bercinta dengan berbagai konsep unik di tiap ruangannya? Vending machine yang menjual minuman bersoda, payung, baju dalam, sampai telur? Negara yang pertama kali menggunakan teknologi 3G?

Semua itu adalah sesuatu yang kita tahu persis adalah gambaran mengenai Jepang. Namun dari seluruh hal itu, ada satu hal yang masih mereka pegang teguh. Yaitu cara menikmati musik dengan cara yang konservatif.

Di Indonesia sendiri toko musik beramai-ramai tutup. Orang sudah tidak lagi mendengarkan musik dari CD. Angka pembajakan tinggi. Kita bisa membeli musik secara borongan di mall atau toko elektronik yang menjual dalam bentuk soft copy. Kita bahkan bisa mendownload video klip dari Youtube. Musisi dalam negeri kita kesulitan untuk bertahan hidup.

industri musik jepang

Namun tidak dengan Jepang. Tak hanya jumlah toko musiknya saja yang banyak, warung rental CD musik pun menjamur sampai ke kota kecil. Pada 2014, data nasional mengenai hasil penyewaan CD musik menghasilkan angka 2,9 milyar yen. Pada 2016 jumlahnya mencapai 2,3 milyar yen. Semua ini karena masyarakat Jepang lebih suka memiliki album dalam bentuk fisik. Mereka ingin sesuatu yang dapat dilihat sekaligus diraba dan dikoleksi, tak sekadar didengar saja.

Pilihan untuk membeli atau menyewa CD bukan karena harganya yang lebih murah dibanding streaming atau pilihan lainnya dalam mendengarkan musik. Harga CD di Jepang termasuk mahal, sekitar 20 dolar ke atas. Harganya bisa lebih tinggi jika di dalamnya ada merchandise resmi. Label juga menetapkan harga sehingga dimanapun CD tersebut dibeli harganya akan sama. Mengapa fans mau mengeluarkan uang untuk harga yang tak murah?

Ini karena membeli CD musik merupakan salah satu cara terbaik untuk menunjukkan dukungan pada sang musisi. Pembelian CD membuat fans dapat menunjukkan bukti fisik bagaimana mereka menyukai musisi tersebut. Apalagi bila packaging CD itu memiliki desain yang artistik.

Belum lagi bila di dalamnya terdapat merchandise eksklusif, kesempatan untuk memenangkan tiket konser, maupun handshake dengan idol. Beberapa label bahkan membuat undian setiap pembelian 1 CD maka fans dapat memilih mana member dari group idol yang menyandang predikat terpopuler. Istilahnya adalah “Jake-gai” alias membeli jaket. Maksudnya adalah membeli suatu karya berdasarkan nilai seninya.

Salah satu group idol yang sukses menggunakan konsep marketing ini adalah AKB48. Pada Mei 2017, single milik mereka terjual hingga 2 juta kopi dalam bentuk fisik. Group idol ini juga langganan menyandang predikat artist of the year pada 2012 hingga 2014. Salah seorang fans AKB48 sempat membuat gempar industri musik ketika ia membelanjakan 300 ribu dolar untuk CD musik. Ia melakukannya untuk menunjukkan dukungan pada salah satu member dari group idol ini.

Jumlah penjualan CD musik tidak semata karena ada cukup banyak musisi yang produktif menelurkan karya sehingga ada banyak pilihan yang bisa dibeli. AKB48 maupun musisi lainnya dapat merilis sebuah album dengan berbagai edisi. Contohnya ada CD khusus untuk full album, CD yang menjual single saja, CD dengan video klip, CD dengan featuring musisi lain, hingga bonus DVD. Misalnya DVD rekaman konser. Ada beragamnya versi sebuah karya ketika dirilis tentu mendorong fans untuk menikmati seluruhnya dan menikmati pengalaman berbeda dari tiap versi.

toko musik di jepang

Photo by Bran Sodre from Pexels

Apakah penikmat CD hanya berasal dari golongan tua saja? Mengingat populasi orang berusia lanjut di Jepang lebih tinggi dari golongan mudanya. Jawabannya adalah tidak. Bahkan bila kita menanyakan kepada penduduk Jepang yang masih berusia remaja pun mereka lebih familiar dengan mengoleksi CD dibanding berlangganan lewat iTunes atau Spotify. Mereka juga tidak berpikir untuk melakukan pembajakan dengan mendengarkan musik secara ilegal.

Mengapa layanan musik streaming tidak populer di Jepang? Selain tak ada rasa memiliki yang nyata, hal ini dikarenakan layanan streaming belum dikenal secara luas. Mengetahui juga bukan berarti akan memakai layanan tersebut. Berdasarkan survei, 44,5% mengatakan tidak akan mau menggunakan layanan streaming. Namun kini jumlah penikmat musik di Jepang yang memanfaatkan YouTube meningkat.

Bagaimana Industri Musik di Jepang Bertahan dengan Konservatisme Mereka?

Photo by rawpixel.com from Pexels

Masalah lain yang dimiliki oleh layanan musik streaming adalah bekerja sama dengan label dalam negeri di Jepang untuk mendapatkan lisensi menjual karya para musisinya. Label besar hanya berjumlah 36% saja. Artinya, ada sangat banyak label musik kecil/indie di seluruh Jepang. Akan membutuhkan waktu untuk menandatangani kontrak dengan mereka satu persatu. Mereka juga belum tentu mau untuk bekerjasama dengan layanan musik streaming. Pendapatan dari penjualan CD dan tiket konser sudah cukup besar untuk membuat hidup mereka makmur.

Sebenarnya tidak hanya musisi Jepang saja yang mendulang untung dari keunikan industri musiknya. Ada banyak solois maupun idol group dari luar Jepang yang mencoba peruntungannya dan menangguk yen yang tak sedikit. Salah satunya adalah Twice. Pada anime Shinchan, terlihat tokoh bocah usia TK ini juga menarikan lagu Twice dengan isyarat jari TT. Banyak musisi dari Korea berekspansi ke Jepang dan memproduksi album maupun video klip khusus beredisi Jepang. Tahun ini beberapa nama yang berekspansi adalah Momoland, Taeyeon Girls Generation, dan EXID.

Namun gempuran dari musisi Korea nampaknya membuat musisi Jepang cukup kewalahan. Mereka menjadi sulit bersaing di pasar mainstream. Apalagi agensi di Korea yang berekspansi ke Jepang biasanya merupakan agensi besar dengan modal tak main-main. Jepang yang lebih banyak memiliki agensi kecil tentu tidak memiliki modal yang setara. Akan sulit untuk mengiklankan musisi mereka dengan cara yang sama. Namun industri musik Jepang tak kehabisan akal.

Ada banyak musisi yang akan terasa aneh baik untuk selera telinga maupun mata kita. Namun keunikan yang dijual para musisi inilah yang membuat mereka mampu bertahan di industri musik. Mereka tak hanya memproduksi lagu tetapi juga sebuah karya seni. Pertunjukan musik mereka menjadi sebuah etalase seni seperti yang dilakukan Kyary Pamyu Pamyu. Beberapa agensi mendorong musisi mereka untuk berkarya di luar negeri seperti yang dilakukan agensi Amuse.

oke ok rock jakarta live

One Ok Rock Live in Jakarta (Photo: PK Entertainment, Sound Rhythm dan AEG Presents)

Agensi ini membawahi beberapa nama besar yang juga terkenal di Indonesia seperti Perfume, One Ok Rock, dan Baby Metal. Beberapa hari lalu One Ok Rock menjadi band pembuka konser dari Ed Sheeran di Jakarta. Selanjutnya ia melanjutkan tur di Eropa. Pada beberapa negara tujuan turnya, tiket sudah hampir sold out. Tiketnya sepenuhnya sold out di Australia. Hal ini menunjukkan bahwa musisi Jepan pun dapat diterima oleh pasar internasional.

Festival musik juga tumbuh di daerah pedesaan. Festival ini tentunya akan mengakomodasi musisi-musisi lokal untuk tampil dan dapat lebih dekat dengan penggemar. Contohnya adalah Aomori Rock Festival. Beberapa musisi juga bekerja sama dengan berbagai brand sebagai model iklan maupun menandatangi kontrak sebagai brand ambassador. Salah satu contoh yang paling unik adalah AKB 48 yang menjadi model iklan pemerintah. Iklan tersebut merupakan program rekrutmen militer.

Luigi's Hot Pizza Luigi's Hot Pizza

Luigi’s Hot Pizza: Pizza Rave Pertama di Bali

Lifestyle

Green Day: Saviors Album Review

Music

The Smile: Wall of Eyes The Smile: Wall of Eyes

The Smile: Wall of Eyes Album Review

Music

Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase

Memorable Stay Experience at The Apurva Kempinski Bali

Culture

Connect