Connect with us
Ulaanbaatar / Ulan Bator (Mongolia)
Ulaanbaatar / Ulan Bator (Mongolia) | Photo: Zhang Chi for TIME

Current Issue

Bagaimana Agar Jakarta Tak Seperti Ulaanbaatar?

Jakarta sempat menempati posisi pertama sebagai kota tercemar sedunia.

Mongolia mungkin bukan tujuan wisata yang akrab di telinga traveler Indonesia. Mungkin satu-satunya yang kita kenal dengan baik adalah Mongolia sebagai tempat lahirnya Genghis Khan yang termasyur dalam perang. Mongolia berbatasan langsung dengan Cina dan memiliki sejarah panjang dengan negara tersebut. National Geographic pernah menulis ulasan mengenai kondisi Ulaanbaatar, ibukota Mongolia yang dijuluki sebagai salah satu kota paling berpolusi di bumi.

Seburuk apakah kondisi udara di Ulaanbaatar? Sangat buruk hingga pemerintah harus turun tangan untuk mendistribusikan penyaring udara ke sekolah-sekolah dan rumah sakit. Program itu dilakukan sejak 1 Desember 2017. Ulaanbaatar masuk ke dalam peringkat 10 besar kota dengan polusi udara terburuk. Program itu menghabiskan dana hingga empat trilyun MNT (mata uang Mongolia). UNICEF memperkirakan bila kondisi ini berlanjut maka Mongolia harus mengeluarkan dana lebih dari dua juta dolar tiap tahunnya untuk sistem kesehatan sosial warganya.

Kondisi di Ulaanbaatar mencapai titik terburuknya ketika memasuki musim dingin. Walaupun Mongolia dikenal bermandi matahari selama 250 hari dalam setahun, musim dinginnya begitu ekstrim hingga mencapai minus 40 derajat. Inilah yang menyebabkan penduduk Ulaanbaatar harus memakai pemanas ruangan. Pemanas ruangan itu menggunakan batu bara. Batu bara selain dianggap murah juga lebih tahan lama di dalam alat pembakaran. Penggunaan batu bara dianggap lebih efektif dibanding bahan bakar lain. Tetapi, risiko kesehatan pun meningkat.

Per 10.000 populasi di Ulaanbaatar, insiden penyakit pernapasan telah meningkat 2,7 kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Pneumonia bahkan menjadi penyakit kedua yang menyebabkan kematian pada balita. Penyakit lain yang menghantui adalah penyakit jantung dan kanker paru-paru. Fungsi paru-paru anak yang tinggal di Ulaanbaatar 40% lebih rendah dibanding fungsi paru-paru anak di daerah pedesaan. Ironisnya, sebagian dari masyarakat masih percaya mitos bahwa batu bara dapat melindungi anak dari marabahaya. Pemandangan dahi anak yang dicoreng batu bara adalah hal biasa.

Tak hanya berpolusi hingga terasa padat dan menghalangi pandangan, udara di Ulaanbaatar pun memiliki bau menyengat. Masalah lain yang muncul adalah urbanisasi penduduk desa ke Ulaanbaatar. Urbanisasi menjadi masalah ketika masyarakat tinggal dalam gert (rumah portabel bundar khas Mongolia) dan memilih menghangatkan diri dengan membakar batu bara. Distrik Gert adalah tempat tinggal bagi 60% populasi penduduk Ulaanbaatar. Kini pemerintah Mongolia pun menetapkan kebijakan pelarangan pembakaran batu bara berkualitas rendah untuk kebutuhan domestik.

Jakarta mungkin masih jauh dari menyamai kondisi Ulaanbaatar. Namun kita perlu waspada setelah Air Visual menempatkan Jakarta sebagai kota berpolusi nomor satu di dunia pada 25 Juni 2019. Bila tak berhati-hati, bukan tak mungkin Jakarta dapat mengalami masalah serupa. Apalagi ruang terbuka hijau di Jakarta yang masih jauh dari jumlah ideal yang seharusnya mencapai 30% dari luas seluruh wilayah. Walaupun tak ada tambang atau pembakaran batu bara di Jakarta, perlu diingat bahwa polusi yang disebabkan batu bara dapat terbang ratusan kilometer.

Air quality and pollution city ranking | AirVisual.com

Air quality and pollution city ranking | AirVisual.com

Menunggu pemerintah bergerak bukan hal bijak. Kita bisa memulai sendiri untuk menjaga lingkungan. Tak hanya mengurangi polusi udara saja tetapi juga polusi tanah dan air. Pertama, kita bisa mencoba bercocok tanam di lahan sempit. Misalnya pekarangan rumah, balkon apartemen, atau atap gedung. Ada berbagai pilihan yang bisa kita lakukan seperti bertanam hidroponik maupun menggunakan polybag. Bertanam sendiri juga menguntungkan kita sebagai pengonsumsi buah dan sayuran. Kita bisa memeroleh sumber makanan yang lebih segar.

Tips lain yang sangat sederhana dan selalu digaungkan di mana-mana adalah memilih penggunaan angkutan umum. Walaupun keamanan dan kenyamanan moda transportasi umum masih dipertanyakan terutama dengan maraknya kasus pelecehan, pengunaan kendaraan pribadi juga tak akan membawa perubahan bagi bumi. Salah satu aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg (16 tahun), bahkan memilih komitmen yang lebih besar yaitu menolak menggunakan pesawat. Hal ini sulit dilakukan karena Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan naik kapal akan memakan waktu begitu lama. Namun sikap Greta dapat menjadi inspirasi kita.

Kita juga dapat memilih untuk menggunakan listrik dengan lebih bijak. Beberapa pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara. Dengan menghemat listrik, sama saja kita juga telah menekan konsumsi batu bara. Listrik dapat lebih dihemat bila desain bangunan tempat tinggal kita memiliki banyak bukaan sehingga cahaya dan udara dapat keluar masuk lebih mudah. Ini akan membuat kita untuk menyalakan lebih sedikit lampu dan tak bergantung pada kipas angin atau pendingin ruangan.

Ada masih banyak lagi hal yang bisa kita lakukan agar Jakarta tak menjadi seperti Ulaanbaatar. Kesadaran untuk menjaga lingkunganlah yang harus kita miliki. Hal-hal kecil seperti membawa kantong belanja, botol air minum, dan bekal makanan akan mengurangi produksi sampah yang tak perlu. Kita juga perlu aktif mengangkat isu lingkungan pada setiap diskusi yang kita lakukan agar makin banyak yang membuka mata. Harapannya, anak cucu kita tak harus terkurung di dalam ruangan dan terikat dengan mesin penyaring udara seperti di Ulaanbaatar.

Luigi's Hot Pizza Luigi's Hot Pizza

Luigi’s Hot Pizza: Pizza Rave Pertama di Bali

Lifestyle

Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase

Memorable Stay Experience at The Apurva Kempinski Bali

Culture

byrd house bali byrd house bali

Byrd House Bali: Pengalaman Kuliner Sempurna Berpadu Dengan Suasana Eksotis

Lifestyle

Bali Dynasty Resort Bali Dynasty Resort

Bali Dynasty Resort: Destinasi Populer Bagi Keluarga di Tepi Pantai Kuta Selatan

Lifestyle

Connect