Connect with us
asal usul toilet umum
Photo by Noppon Loylersla from Pexels

Culture

Asal Usul Toilet Umum di Dunia

Dulu hanya ada toilet umum untuk laki-laki.

Di abad 21 ini, memiliki kamar mandi adalah hal yang umum bagi tiap rumah tangga. Kalaupun masih ada yang tidak memiliki fasilitas mandi cuci kakus di rumahnya, jumlahnya pun kecil. Pemerintah telah giat mengampanyekan pentingnya fasilitas sanitasi untuk mendukung gaya hidup sehat. Banyak pula perusahaan dengan program CSR-nya membangun fasilitas sanitasi di perkampungan untuk membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat setempat. Kita pun tidak kesulitan bila harus buang air di tempat umum. Sekolah, tempat ibadah, hingga mall menyediakan fasilitas sanitasi yang memadai.

Bayangkan bila kita hidup berabad-abad lampau. Pada masa peradaban Romawi kuno yang dimulai 753 SM, itulah pertama kalinya sejarah mencatat ketika manusia mengenal toilet umum. Tahun pastinya memang tidak tercatat. Ketika itu toilet yang dikenal tidak seperti yang kita gunakan saat ini. Toilet pada masa itu tidak memiliki sekat. Kita menggunakannya bersama-sama. Bentuknya berupa bangku panjang yang menempel di sepanjang tembok ruangan dan pada jarak tertentu bagian tengahnya berlubang. Di masa itu orang bisa ramai-ramai berada di dalam toilet, menunaikan hajat masing-masing sambil mengobrol.

Jangan lupa, di masa itu belum ada tisu atau bidet. Setelah buang air, orang membersihkan dirinya dengan spon yang digunakan bersama-sama. Memang di kala itu standar kebersihannya masih rendah. Bahkan beberapa orang mengaku digigit tikus ketika menggunakan toilet. Kadang, toiletnya juga meledak dan mengeluarkan api dari lubang pembuangan kotoran. Hal itu karena bercampurnya gas hidrogen sulfida dan metana. Lalu, kapan perempuan memiliki toilet umumnya sendiri? Jawabannya adalah di era Victoria atau di abad ke-19.

Dulu kastil-kastil milik para bangsawan belum mengenal toilet. Orang kaya maupun orang miskin sama-sama memiliki toilet di luar rumah. Toilet mulai masuk ke rumah di abad ke-11. Namun, toilet yang ada masih sangat sederhana misalnya hanya berupa lubang di tanah atau kendi untuk menampung air kencing. Sementara itu kastil-kastil yang dibangun beberapa tingkat memiliki lubang di tiap lantainya yang langsung menuju ke tanah untuk membuang kotoran. Sebenarnya desain toilet yang sederhana ini merupakan bagian dari kelemahan arsitektur kastil kala itu.

Istilah toilet ketika itu belum digunakan secara serempak. Tiap daerah memiliki penyebutannya masing-masing. Istilah WC yang kita kenal saat ini berasal dari istilah orang Inggris yaitu water closet. Ini merujuk kepada kloset duduk yang saat itu sudah bisa menyiram sendiri. Toilet sendiri berasal dari Bahasa Prancis, toilette, yang artinya ruang ganti pakaian. Pakaian perempuan di zaman itu cukup rumit sehingga ketika buang air mereka harus melepas seluruh gaunnya. Orang Amerika menyebutnya sebagai wash room sebagai ungkapan halus untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan di dalamnya. Bukan buang air, mereka akan mengaku baru selesai mencuci tangan.

rest room

Selain toilet, istilah yang hingga kini masih dipakai bahkan di Indonesia adalah rest room. Istilah rest room ini bukan tanpa sebab atau hanya penyebutan belaka. Di dalamnya kita akan menemukan benda-benda yang memang tidak berkaitan dengan kebutuhan untuk buang air misalnya sofa. Bentuk toilet seperti ini memang sudah lama ditinggalkan tapi masih ada terutama di bangunan-bangunan tua. Salah satu mall yang masih mengadopsi toilet model ini berada di Cibinong, Bogor. Ternyata alasan meletakkan sofa di dalam toilet adalah anggapan bahwa tempat perempuan adalah di rumah.

Perempuan dianggap membutuhkan tempat yang nyaman, tertutup, dan terpisah dari laki-laki. Pada masa itu di mana ruang publik masih dianggap sebagai ruang lelaki, perempuan dianggap lebih nyaman bila memiliki ruang duduknya sendiri. Saat itu ruang duduk justru muncul lebih dulu dibanding fasilitas toilet. Anggapan perempuan mudah lelah karena menghabiskan banyak waktu berbelanja dan pergi ke salon memunculkan pemikiran bahwa perempuan membutuhkan ruang untuk duduk-duduk dengan nyaman. Sampai pada tahun 1850, jumlah toilet umum di dalam gedung masih terbatas karena teknologi pipa pembuangan masih belum semaju sekarang. Kalaupun ada toilet di dalam gedung, jumlahnya hanya satu dua pintu dan dipisah berdasarkan jenis kelamin.

Pada 1870, teknologi pipa pembuangan sudah meningkat pesat sehingga banyak ruang publik yang membangun toilet di dalam gedungnya. Toiletnya dibangun dengan memisahkan jenis kelamin dan memiliki beberapa pintu sekaligus. Ruang toilet ini pun menjadi benar-benar luas karena ada banyak kursi dan sofa di dalamnya sehingga terasa seperti di rumah sendiri. Apalagi ketika memasuki abad ke-20 yaitu puncaknya perempuan berada di ruang publik. Perang dunia ditambah revolusi industri mendorong perempuan untuk memasuki dunia kerja. Kebutuhan rest room pun meningkat pesat. Bahkan bagi pabrik-pabrik, menyediakan toilet alias rest room menjadi kewajiban.

toilet umum

Photo by Ingo Hamm on Unsplash

Kini kebanyakan toilet didesain dengan bentuk minimalis dan hanya digunakan untuk buang air maupun mencuci tangan. Pemilik gedung baik itu mall, salon, perkantoran, sekolah, tempat ibadah, hingga hotel tak lagi merasa perlu menyediakan ruang untuk duduk-duduk. Harga tanah yang meningkat membuat setiap meter yang digunakan perlu dipertimbangkan manfaatnya. Mall-mall memilih untuk memanfaatkan ruang yang ada sebagai butik atau tempat makan dibanding menyediakan sofa di dalam toilet. Selain itu pengetahuan mengenai bahaya rokok meningkat sehingga merokok di dalam toilet perempuan tidak lagi diperbolehkan. Bila ingin merokok, kita perlu masuk ke dalam smoking room.

Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1 Penyambutan Rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah di Pelabuhan Benteng Selayar-1

Selayar dan Kejayaan Maritim Nusantara

Culture

Eksplorasi Pesona Kebudayaan Jepang Melalui Anime

Culture

Steven Spielberg Steven Spielberg

Mengenal Steven Spielberg dari Filmografinya

Culture

Virgin The Series Virgin The Series

Virgin The Series vs Euphoria: Menilik Lika-liku Kehidupan Generasi Muda di Era Modernisasi

Current Issue

Connect