Connect with us
Affliction
Netflix

Film

Affliction Review: Film Horor Perdana Teddy Soeriaatmadja

Naskah menarik secara keseluruhan, namun kurang sense of horor.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Teddy Soeriaatmadja tak diragukan lagi merupakan salah satu sutradara terbaik dalam industri perfilman lokal. Filmnya seperti Lovely Man (2011) dan About a Woman (2014) telah diakui kualitasnya dalam deretan film Indonesia terbaik.

Pada awal tahun ini, Teddy tampaknya hendak menyajikan hal baru dengan menyutradarai film horor. Akhirnya, dirilis “Affliction” atau “Pulang” yang sekarang sudah bisa kita tonton di Netflix. Film ini dibintangi oleh Raihaanun Soeriaatmadja, Ibnu Jamil, dan Tutie Kirana.

Nina dan Hasan adalah sepasang suami istri dengan dua anak. Belum sembuh dari rasa bersalah setelah ibunya meninggal, Nina memaksa Hasan untuk merawat ibunya setelah pembantunya pamit. Meski dengan berat hati, Hasan akhirnya menuruti keinginan Nina untuk mengunjungi rumah ibu untuk membawanya ke Jakarta. Namun, niat baik Nina tidak semudah yang Ia rencanakan untuk merawat sang ibu mertua. Ada rahasia kelam yang disembunyikan oleh Hasan dan ibunya.

Affliction

Netflix

Film Horor yang Minimalis

Kesan pertama yang akan kita dapatkan saat menonton “Affliction” adalah betapa minimalisnya film ini. Baik dari segi produksi maupun cerita, semuanya terasa minimalis dan nyaris kosong. Mulai dari produksi latar syuting, lokasi rumah baik yang di kota maupun saat di rumah ibu terasa tidak natural. Latar syuting yang dihadirkan tidak terasa seperti rumah yang dihuni, namun latar yang terlihat memang disiapkan untuk syuting film atau sinetron.

Scoring sebagai salah satu elemen terpenting dalam film horor juga dihadirkan secara generik. Ada banyak adegan bahkan dibiarkan tanpa ada scoring dan terasa sangat kosong dan tidak ada emosi.

Beberapa karakter juga hadir tanpa signifikansi yang memengaruhi cerita. Seperti kedua anak Nina dan Hasan yang cuma terasa seperti “aksesoris” bagi pasangan ini. Untuk Hasan, sebetulnya memiliki penokohan dan latar belakang cerita yang sudah menarik; dengan profesinya sebagai psikolog anak yang akhirnya disambungkan dengan sejarah masa kecilnya. Begitu pula sang ibu yang memiliki penyakit alzheimer, dengan verifikasi perasaan yang kompleks akan anaknya, Hasan. Sayangnya, formula penyampaian ceritanya masih kurang digodok dengan maksimal.

Affliction

Netflix

Naskah Menarik Secara Keseluruhan, Namun Eksekusi Mainstream

Seperti yang telah disebutkan, Hasan dan ibunya memiliki hubungan yang menjadi statement pada kisah horor ini. Ada sejarah dan trauma masa kecil yang menjadi misteri dari awal Nina mengijakan kaki di rumah tersebut. Hingga akhirnya plot twist diungkap, kita bisa melihat visi cerita yang telah diciptakan oleh Teddy memiliki potensi untuk jadi film horor thriller yang setidaknya di atas rata-rata.

Namun, terlalu banyak referensi yang dicomot dari film horor pada umumnya. Pertama, “Affliction” pasti akan mengingatkan kita pada salah satu film horor terbaik tahun 2020 lalu, “Relic”. Kemudian hubungan disfungsional keluarga pasca kepergian anggota keluarga pada film “Hereditary” (2018). Sisanya, trik mengagetkan penonton dengan formula horor klasik juga terus diulang-ulang tanpa menjadi adegan yang ikonik. Setiap film horor wajib memiliki adegan mengerikan yang ikonik, bukan? Kita tidak akan menemukan hal tersebut dalam film ini.

Teddy memang lihai dalam menghadirkan materi film yang nyata dan dari kehidupan sehari-hari. Namun tampaknya, sutradara ini belum terbiasa menciptakan sesuatu yang fiksi namun harus mampu menyakinkan penonton. Kita juga tidak dapat merasakan sense of horror sang sutradara melalui film horor perdananya ini.

Tidak Ada Garis Jelas antara Elemen Horror dan Thriller

Sebuah film horor harus memiliki “hukum” atau cara kerjanya sendiri. Setiap sutradara horor dituntut untuk mampu menciptakan semesta horor yang mampu meyakinkan penonton dari dunia nyata. Bagaimana hukumnya kalau ada orang meninggal tanpa semayamkan, apa Ia akan menggentayangi rumah, apa masuk akal jika arwahnya bisa menyakiti manusia, dan masih banyak lagi. Setiap film horor punya teori horornya masing-masing. Sutradara memiliki kebebasan untuk menciptakan hal tersebut; asal masuk akal dan mampu meyakinkan penonton.

“Affliction” sendiri tidak memberikan garis yang jelas antara horor dan thriller. Ada sentuhan thriller yang akan kita ketahui seiring berjalannya cerita. Namun, setiap fenomena yang dihadirkan tidak memberikan kesatuan satu sama lain. Mulai dari adanya gangguan gaib, penampakan, acara memanggil arwah dengan dukun, setiap fenomena yang terjadi hanya menjadi tempelan yang tidak memberi garis besar pada plot utama.

Film ini sebetulnya lebih mengarah ke thriller dan berpotensi menjadi horror psikologi yang bagus. Namun, sentuhan horor yang diberikan masih kurang “menggigit”.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect