Connect with us
5 seconds of summer calm
5 Seconds of Summer

Music

5 Seconds of Summer: CALM Album Review

5SOS berjuang menjadi band yang pantas dipandang serius.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Apabila kita melihat ke belakang, album keempat sebuah band kerap meroketkan reputasi band tersebut ke stratosfer lebih tinggi.

Lihat saja album keempat yang dirilis oleh band kenamaan seperti Maroon 5 (Overexposed, 2012), Coldplay (Viva la Vida, 2008), dan Kings of Leon (Only by the Night, 2008) yang mana terdapat satu kesamaan: album-album tersebut berhasil mengukuhkan status band-band tadi sebagai grup legendaris dalam kancah musik global. Pada kesempatan kali ini, 5 Seconds of Summer (5SOS) hendak meraih bintang yang sama–bila tidak lebih tinggi.

Di masa lalu, salah satu kelebihan–sekaligus kekurangan–5SOS adalah karakter mereka yang santai dan tidak terlalu serius. Dua album pertama mereka (5 Seconds of Summer, 2014; Sounds Good Feels Good, 2015) menyuguhkan musik pop punk ala Simple Plan yang simple namun fun. Cocok menjadi latar belakang piknik musim panas, tapi tidak untuk panggung Grammy Awards. Kita tidak bisa menyamakan “She Looks So Perfect” atau “She’s Kinda Hot” milik 5SOS dengan “Beautiful Day” milik U2. Terlepas dari itu, terbukti bahwa karakter seperti ini mampu mendulang fanbase yang luar biasa.

Tiba album ketiga (Youngblood, 2018) dan 5SOS tiba-tiba merubah haluan. Mereka mulai bereksperimen dengan genre synth-pop dan glam rock yang terbukti berbuah manis (Single “Youngblood” menjadi hit Top 10 pertama mereka di Billboard Hot 100). Dari sini, terlihat keinginan 5SOS untuk lebih dari sekedar menghibur piknik musim panas. Mereka ingin tumbuh dan berevolusi. Untuk pertama kalinya, mereka ingin dipandang serius dalam musikalitasnya. Ambisi ini pun tampaknya hendak diwujudkan melalui album keempat mereka yang berjudul CALM.

Sederhananya, CALM lebih terdengar seperti perpanjangan tangan Youngblood daripada perombakan besar-besaran. 5SOS kembali mengeksplor genre synth-pop dan glam rock, akan tetapi dengan penguasaan yang lebih tajam. Kehadiran produser baru seperti Charlie Puth (“Easier”) dan Benny Blanco (“Best Years”) membantu 5SOS terdengar forward-thinking namun tetap radio-friendly.

Dari 12 track yang mengisi CALM, tampak bahwa 5SOS hanya memiliki dua kisah untuk diceritakan: tentang wanita yang membuat mereka jatuh cinta atau tentang wanita yang menyiksa hati mereka. Para “bucin” di luar sana pasti akan menyukai album CALM ini.

Kisah cinta berbunga-bunga diwakili dengan track-track seperti “Wildflower”, “Best Years”, “Lover of Mine”, dan “Lonely Heart”. “Wildflower” menjadi karya yang lebih unik berkat elemen vocal layers yang nyaris menyerupai paduan suara.

Di sisi berbeda, dongeng pengkhianatan cinta diwakili dengan track-track ganas seperti “Easier”, “Teeth”, “Not in the Same Way”, “Thin White Lies”, dan “High”. Khususnya untuk “Teeth”, sang vokalis utama Luke Hemmings mencoba mencuri karisma glam-rocker ala Brandon Urie dan Adam Lambert–dengan hasil yang dapat dikatakan cukup sukses.

CALM adalah album yang solid dan (mungkin juga) salah satu album terbaik yang dirilis pada tahun 2020 ini. CALM juga membuktikan bahwa 5SOS bukan band yang sekedar mengandalkan usia muda dan memang sanggup mengisi stadium arena. Masalahnya, album pendahulunya Youngblood jauh lebih unik dan jauh lebih segar dibandingkan CALM.

Terdapat suatu kedewasaan dalam album Youngblood yang justru menjadi tandus dalam album CALM. Terlepas dari kreativitas dari segi produksi, apabila tidak diimbangi dengan cerita yang lebih berbobot, 5SOS masih tetap terjebak sebagai “entertainer” dan bukan “storyteller”.

Satu hal lagi yang menjadi dilema adalah sang vokalis utama Luke Hemmings. Bahkan setelah empat album berlalu, vokal Hemmings masih belum benar-benar matang dan terjebak dalam warna yang “boyish”. Melihat karya mereka di masa lalu, mungkin ada baiknya vokal Hemmings lebih banyak didukung oleh tiga personil 5SOS lainnya–terutama vokal dari sang gitaris Michael Clifford.

Ironisnya, batu mulia CALM justru tersembunyi di balik tiga track pembukanya. 5SOS terbukti lebih bersinar ketika mereka tidak memposisikan diri sebagai budak cinta yang repetitif (“No Shame”, “Old Me”).

Potensi 5SOS sebagai storyteller malah bersemayam pada track pertama (“Red Desert”) yang memadukan elemen world music disertai lirik yang sarat akan metafora (besar kemungkinan “Red Desert” adalah tribut 5SOS untuk negeri asal tercinta Australia). Andai saja momen puitis ini tidak sekedar menjadi track pembuka yang nyaris tanpa makna.

Dunia telah siap memandang serius 5SOS. Sekarang tinggal apakah 5SOS sanggup mempertahankan keseriusan mereka.

IN A NUTSHELL:
+ 5SOS telah melepaskan kulit ‘band remaja’ dan menunjukkan ambisi lebih tinggi. Selain itu, CALM dipenuhi dengan chorus yang menggigit dan tidak kalah raksasa
– Dari segi kedewasaan, album pendahulunya Youngblood masih lebih unggul daripada CALM

TRACK PICKS:
“Red Desert”, “Teeth”, “Wildflower”

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Declan McKenna: What Happened to the Beach?

Declan McKenna: What Happened to the Beach? Album Review

Music

Ariana Grande: Eternal Sunshine Ariana Grande: Eternal Sunshine

Ariana Grande: Eternal Sunshine Album Review

Music

Java Jazz Festival 2024: Embracing Unity Through Music

Entertainment

Green Day: Saviors Album Review

Music

Connect